Selasa 07 Apr 2020 11:25 WIB

Pakar Sarankan Napi yang Dibebaskan Diberi Gelang Chip

Gelang chip dapat menjadi kontrol bagi narapidana yang dibebaskan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Warga binaan keluar dari lapas untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warga binaan keluar dari lapas untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pakar hukum pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendy mengatakan, jika negara mampu bisa mencontoh negara maju, sehingga napi yang menjalani pidana bersyarat diberi gelang chip. "Gelang chip ini dapat menjadi kontrol atau pengawasan bagi tahanan atau narapidana bersyarat," kata Erdianto di Kota Pekanbaru, Senin (6/4).

Pendapat itu disampaikannya terkait Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham melepas sebanyak 22.158 narapidana dan anak yang dipidana di seluruh Indonesia, terkait upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).

Menurut Eridanto, selain pemberian gelang chip itu, maka publik perlu diberitahu bahwa pembebasan bersyarat adalah alternatif pidana dan bukan bebas sepenuhnya. Sebab, katanya menyebutkan, dalam masa asimilasi dan bebas bersyarat, kebebasan mereka tetap dibatasi khususnya di dalam rumah saja seperti konsep pidana tutupan tetapi di dalam rumahnya sendiri.

"Karena dalam keadaan saat menghadapi pandemi COVID-19, kini orang yang tidak menjalani pidana saja juga dibatasi kebebasannya untuk tidak bepergian kemana-mana," katanya pula.

 

Erdianto menjelaskan, untuk mengatasi penyebaran Covid-19, kerumunan manusia memang perlu dilarang. Hal itu lantaran kapasitas umumnya melebihi daya tampung di lembaga pemasyarakatan.

Untuk mengatasi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan, hal yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah penambahan atau perluasan gedung. Selain itu, ujar dia pula, penambahan jumlah rumah tahanan negara, sehingga tidak lagi bercampur antara narapidana dengan tahanan, perumusan kebijakan pembatasan perkara yang dapat diadili di pengadilan formal, masalah-masalah yang sederhana seharusnya cukup diselesaikan dengan penyelesaian secara adat.

"Perumusan kebijakan tentang penahanan bahwa tidak setiap tindak pidana pelakunya harus ditahan, karena penahanan adalah kewenangan yang jika tidak diperlukan seharusnya tidak dilakukan. Kebijakan tersebut sudah seharusnya dilakukan sejak dahulu. Sejak tahun 1962, Sahardjo yang dikenal sebagai Bapak Pemasyarakatan mencatat bahwa penahanan sebagai sumber masalah yang menjadi penyebab over kapasitas," katanya pula.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement