Senin 06 Apr 2020 23:51 WIB

Saran Aktivis NU Luar Negeri untuk Atasi Ancaman Ekonomi

Aktivis NU luar negeri memberikan saran hadapi krisis ekonomi buntut Covid-19.

Aktivis NU luar negeri memberikan saran hadapi krisis ekonomi buntut Covid-19. (ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Foto: tangkapan layar wikipedia.org
Aktivis NU luar negeri memberikan saran hadapi krisis ekonomi buntut Covid-19. (ilustrasi) logo nahdlatul ulama

REPUBLIKA.CO.ID, BELGIA— Covid-19 berpengaruh pada lintas sektor kehidupan. Selain bidang medis, kebijakan pemerintah dan industri keuangan menjadi faktor penting yang memainkan peran untuk bangkit dari keterpurukan. Jaringan Media Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) se dunia mendiskusikan tema itu dalam Kajian Online, Sabtu (4/4).  

Narasumber dalam diskusi ini yakni Nicky Perdhana (Global Balance Sheet Manager KBC Group Belgia) dan host oleh M Rodlin Billah (Ketua PCINU Jerman). Anggota Komisi IX DPR RI, M Nabil Haroen juga ikut aktif dalam kajian ini.  

Baca Juga

Nicky Perdhana merupakan profesional di bidang keuangan yang telah berpengalaman di level internasional selama beberapa tahun. Ia juga mendapatkan pendidikan dan kursus di beberapa negara: Amerika Serikat, Oxford United Kingdom dan Rotterdam Belanda.  

Menurut Nicky, Covid-19 membawa dampak besar sekali pada sektor ekonomi dunia. Dari kebijakan social distancing, terus kemudian work from home, menjadikan aktifitas ekonomi melambat. Nah, yang terpukul dan sekaligus punya pengaruh penting itu sektor riil.  

"Dari sisi bisnis, dari perusahaan, terjadi penurunan penjualan yang mengakibatkan cash flow kering. Belum lagi kalau bisnis ini mengimpor produk dari luar, misalnya dari China, yang melemahnya nilai tukar mata uang sangat berpengaruh," ungkap Nicky, yang juga berkhidmah sebagai pengurus Tanfidziyah PCINU Belgia.  

Nicky membandingkan situasi di beberapa negara, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat, juga melihat kondisi Indonesia. Ia mengkhawatirkan ketidaktepatan kebijakan akan berdampak buruk pada kondisi ekonomi dan kehidupan sosial warga.   

"Pada titik terburuk, maka akan ada pemutusan hubungan kerja, yang mengakibatkan banyak orang tidak bisa bekerja dan hilangnya skill. Selain itu, dari sisi rumah tangga, pasti langsung ada penurunan permintaan yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini kemudian berpengaruh pada sistem perbankan," terang Nicky, yang pernah belajar di Said Bussines School Oxford, United Kingdom.  

"Nah, bagian saya itu memastikan grup bank dimana saya beraktivitas itu tetap solid secara solviency dan liquidity. Kalau semua tidak berjalan baik, maka semuanya menurun. Kita bisa lihat pada kasus krisis 2008 dan 1998," jelasnya.  

Nicky lalu membandingkan krisis 2008 dan 1998, serta bagaimana kondisi Indonesia waktu itu. "Pada krisis 1998 kondisinya memburuk karena situasi ekonomi carut marut dan pemerintah tidak bisa menjadi layer terakhir. Pada 2008 Indonesia termasuk tidak buruk, dan bisa belajar dari krisis 1998. Namun, di Indonesia ada tren terkait susah dan lamanya kondisi ekonomi untuk balik normal." 

Menurut Nicky, penting sekali kebijakan yang presisi dan tepat sasaran dari pemerintah. "Seharusnya, kebijakan penanganan Covid-19 ini terkoneksi dengan kebijakan ekonomi agar tidak drop. Ini dipengaruhi respons kebijakan dan kecenderungan masyarakat, yang penting sebagai pertimbangan." 

Di Eropa, menurut Nicky, pemerintah dalam hal ini EU (European Union), menggelontorkan dana besar untuk mendukung perangkat medis, membayar gaji tambahan tim medis, membantu orang-orang tetap punya pekerjaan, serta mendorong agar bisnis tetap berjalan.  

"Dari sisi kebijakan, harus ada dukungan teknologi dan artificial inteligence, agar memastikan subsidi pemerintah bisa tepat sasaran," ujar dia. 

Selain itu, penting melalukan inovasi di bidang market. Menariknya ini di beberapa kawasan di Indonesia, sudah mulai ada perubahan pola untuk produk-produk pertanian masuk ke marketplace. “Sederhananya, ada grup WA untuk produsen sayur yang langsung tersambung dengan konsumen. Ini sangat membantu," tutur dia.

Nicky menjelaskan gerakan dari warga untuk membantu petani agar tetap bisa memproduksi dan menjual bahan pangan secara lancar dengan aplikasi jadi contoh baik. 

Nicky juga mengajak selalu optimis di tengah krisis akibat Covid-19. "Kita juga punya peluang bangkit dan mengubah nasib. Caranya? Pemerintah memastikan kebijakan yang tepat dan sektor keuangan kuat," ungkapnya. 

Nicky juga menyarankan pemerintah Indonesia sebaiknya mengeksekusi kebijakan strategis, misalnya menunda investasi jangka panjang. 

Lalu bagaimana kontribusi warga, apa yang bisa dilakukan? "Kita juga bisa membantu dengan donasi, inovasi di sektor mikro dan UMKM, serta menjaga diri agar tetap sehat, dengan mengikuti arahan-arahan kebijakan social distancing, serta menjaga kebersihan agar tetap sehat," pintanya.  

Koordinator Jaringan Media PCINU se-Dunia yang juga Sekretaris PCINU Inggris, Munawir Aziz, kajian PCINU sedunia ini diikuti partisipan dari berbagai negara, di antaranya Australia, United Kingdom, Belgia, Jerman, Belanda, hingga Amerika Serikat. Beberapa dokter, profesional keuangan dan santri di Indonesia juga terlibat aktif dalam diskusi. 

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement