Selasa 07 Apr 2020 00:35 WIB

Data Pusat dan Daerah Beda, Komisi IX: Dari Awal Diragukan

Ini menandakan bahwa data yang dimiliki pemerintah tidak solid.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Wakil Sekretaris Jenderal PAN, Saleh Partaonan Daulay.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Sekretaris Jenderal PAN, Saleh Partaonan Daulay.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikabarkan data kasus wabah Corona atau Covid-19 antara pemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat ada perbedaan. Praktis hal ini menuai polemik baru di tengah-tengah pandemik Covid-19. Mengingat keakuratan data menjadi sangat penting untuk mengatasi wabah Covid-19 di Indonesia.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak terbuka menyampaikan data terkait kasus Covid-19 di Indonesia.

"Dari sejak semula, sudah banyak yang meragukan data-data yang disampaikan Indonesia. Ketika virus ini mulai merebak di Wuhan, beberapa negara sudah menyatakan tidak mempercayai bahwa di Indonesia tidak ada yang terinfeksi," ujar anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Senin (6/4).

Bahkan, menurut Saleh, penelitian akademis yang dilansir oleh Harvard sekalipun menyatakan bahwa di Indonesia sudah banyak yang terpapar. Hanya saja pendapat dan kesimpulan lembaga-lembaga itu disangkal oleh Indonesia. Namun seiring waktu, Indonesia akhirnya mengakui dan mengumumkan data-data penyebaran virus corona di Indonesia.

Meski demikian, kata Saleh, tetap saja masih banyak yang meragukan data yang disampaikan Pemerintah. Menurutnya, yang paling mutakhir, salah seorang Menteri Australia menyatakan bahwa Indonesia melaporkan pasien covid-19 lebih sedikit dari kenyataan (under-reporting). Keraguan tersebut akhirnya mencapai puncaknya setelah BNPB memberikan pengakuan bahwa data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron.

“Pengakuan ini benar-benar sangat mengkhawatirkan. Ini menandakan bahwa data yang dimiliki pemerintah tidak solid. Orang kemudian akan bertanya, bagaimana Indonesia akan menangani covid-19 dengan data yang tidak sempurna," ungkap politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Kata Saleh, ketidaksinkronan data pemerintah ini dinilai merupakan imbas dari komunikasi yang tidak baik antara pemerintah pusat dan daerah. Sering sekali terbaca di media adanya data dan kebijakan yang berbeda yang disampaikan ke publik.

"Itu bahkan terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah DKI yang faktanya berdekatan secara geografis," ujarnya. 

Selain itu, aturan-aturan hukum yang menjadi aturan pelaksana penanganan covid-19 dinilai juga agak sedikit terlambat. Akibatnya, pelaksanaan penanganan menjadi terlambat, tentunya berimplikasi pada pendataan. Sehingga membuat orang semakin ragu terhadap data yang ada adalah tidak adanya sanksi tegas bagi yang melanggar kebijakan pemerintah. Pemerintah telah menetapkan social distancing, physical distancing, dan PSBB. 

"Faktanya, kebijakan itu masih banyak yang dilanggar. Tidak heran jika banyak orang yang berkesimpulan bahwa mata rantai penyebaran virus corona sulit diputus. Hal ini sekali lagi tentu berimplikasi pada keabsahan data yang dimiliki pemerintah," keluh Saleh.

Saleh menambahkan, keraguan terhadap data yang disampaikan didukung pula pada fakta bahwa rapid test dan pengujian kesehatan bagi masyarakat sangat terbatas. Jumlah orang yang ditest sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia dan persebarannya tidak merata. Padahal, virus ini sudah ditemukan di hampir semua provinsi yang ada.

“Kita hanya bisa berharap agar pemerintah memperbaiki soal data ini. Data inilah yang kita harapkan menjadi dasar untuk menyusun peta penyebarannya. Peta ini dibutuhkan untuk menentukan langkah mengantisipasi dan menangani Covid-19 secara baik," ungkapnya.

Oleh karena itu, Saleh Saleh meminta Kemenkes memberikan semua data yang dibutuhkan ke gugus tugas dan BNPB. Saat ini semua harus dibuka kepada masyarakat. Maka dengan demikian, Saleh berharap masyarakat akan berpartisipasi dan bergotong-royong dalam menghadapi situasi sulit yang dihadapi saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement