Senin 06 Apr 2020 15:25 WIB

Kapan Seseorang Harus Melakukan Isolasi Mandiri?

Isolasi mandiri berarti tidak keluar kamar kecuali bermasker dan menjaga jarak.

Petugas beraktivitas di area lorong wisma di Kompleks Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jawa Barat, Jalan Kolonel Masturi, Kota Cimahi, Kamis (2/4). Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Jawa Barat akan menjadikan wisma dan bungalo di area kompleks Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jawa Barat menjadi Pusat Isolasi Mandiri Covid-19
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas beraktivitas di area lorong wisma di Kompleks Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jawa Barat, Jalan Kolonel Masturi, Kota Cimahi, Kamis (2/4). Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Jawa Barat akan menjadikan wisma dan bungalo di area kompleks Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jawa Barat menjadi Pusat Isolasi Mandiri Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara

Praktik isolasi mandiri masih belum dipahami oleh banyak orang. Padahal seiring dengan meningkatnya jumlah pemudik ke kampung halaman, termasuk meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air, maka semakin banyak pula orang yang seharusnya melakukan isolasi mandiri.

Baca Juga

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Achmad Yurianto mengatakan ada beberapa alasan seseorang harus melakukan isolasi mandiri. Pertama, isolasi mandiri harus dilakukan orang setelah melakukan pengambilan atau tes swab dan diketahui positif.

Kemudian kedua, orang dalam kategori yang mungkin sakit. Yaitu setelah melakukan rapid test atau tes cepat dan diketahui positif maka harus melakukan karantina kesehatan.

Selanjutnya orang yang mengalami keluhan. Misalnya tubuh mengalami peningkatan panas, batuk, sakit tenggorokan, sesak napas dan sebagainya maka dianggap sakit dan harus melakukan karantina kesehatan.

Namun, ujarnya, yang menjadi suatu masalah saat ini ialah paling banyak orang tanpa keluhan dan dikhawatirkan mereka sudah terinfeksi serta berpotensi menularkan virus pada orang lain. "Dalam kondisi kini kalau ada keluhan sebaiknya isolasi diri," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 tersebut.

Ia menegaskan, isolasi mandiri bukan berarti untuk diasingkan oleh masyarakat. "Bukan berarti isolasi sosial atau diasingkan," kata dia saat jumpa pers di Gedung Graha BNPB Jakarta, Senin (6/4).

Ia mengatakan isolasi menjadi kunci penting sebagai upaya pencegahan virus corona atau Covid-19 yang menular kepada orang tidak sakit terutama rentan tertular. Apalagi, kata dia, isolasi mandiri tersebut akan berguna dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 apabila transformasi virus tersebut masih berlangsung.

Oleh sebab itu, ujar dia, pemerintah menegaskan orang yang sakit harus dipisah dengan orang yang tidak sakit dengan cara isolasi mandiri atau karantina kesehatan.

Masyarakat yang melakukan isolasi mandiri juga harus melapor ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat. "Setiap melaksanakan isolasi mandiri harus melaporkan ke Puskesmas terdekat yang nantinya mengawasi kondisi kesehatan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri. Petugas Puskesmas sudah tahu apa yang harus dilakukan," ujar Achmad Yurianto.

Isolasi mandiri dapat dilakukan untuk mencegah penularan atau melindungi masyarakat yang sehat. Isolasi diri dilakukan oleh Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang memiliki ciri-ciri demam atau riwayat demam, batuk atau pilek, memiliki riwayat perjalanan ke negara yang memiliki transmisi lokal Covid-19, maupun memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di daerah dengan transmisi lokal di Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.

ODP tersebut wajib mengisolasi diri sekarang sukarela dan tidak meninggalkan rumah selama 14 hari. Kecuali ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan diri.

"Petugas Puskesmas memiliki peran serta dalam pemantauan dan juga melakukan edukasi yang benar secara terus-menerus mengenai Covid-19 ini," terang Yuri.

Diharapkan setelah isolasi selesai dilakukan, maka yang bersangkutan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang penularan virus tersebut.

Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah. Syaratnya individu yang melakukan isolasi mandiri itu mengenakan masker, kamar tidur yang terpisah jika memungkinkan, menjaga jarak fisik minimal dua meter dengan anggota keluarga yang lain, dan menggunakan alat makan tersendiri.

Keluarga yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah seperti manula, sedang dalam masa pengobatan penyakit kronis (penyakit diabetes/gula, riwayat tumor/kanker), memiliki penyakit autoimun atau kondisi pernapasan yang tidak prima, maka perlu diungsikan sementara.

Yuri menjelaskan keberhasilan isolasi mandiri tersebut ditentukan beberapa hal. Yakni, tidak ada keluhan dari awal isolasi sampai hari terakhir, dan ada keluhan sedikit seperti panas pada awal isolasi namun sembuh setelah isolasi mandiri.

Kemudian jika ada keluhan seperti sesak, demam hingga hari terakhir maka isolasi tetap harus dilakukan namun harus diawasi petugas kesehatan. "Pelaksanaan isolasi mandiri itu tentunya tetap diawasi oleh petugas kesehatan dari awal hingga hari terakhir."

Yuri menambahkan dalam penanganan Covid-19 masyarakat tidak perlu panik namun tidak juga boleh sembrono. Karena pada hakikatnya penyakit tersebut bisa disembuhkan.

Pentingnya di rumah

Di sisi lain, ahli Pulmonologi dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Raden Rara Diah Handayani juga menyerukan pentingnya orang-orang tetap berada di rumah pada saat ini demi mencegah virus semakin menyebar.

Pakar kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany memprediksi penyebaran Covid-19 di Indonesia bisa berakhir pada Mei 2020. Asalkan masyarakat disiplin menjaga jarak fisik dan sosial, termasuk diam di rumah sementara ini.

"Tidak kontak muka, ada teknologi modern, kita bisa ketemu. Jangan sampai orang lain menjadi korban kalau kita egois," kata dia belum lama ini.

Diah menekankan berbahayanya droplet, apalagi di semakin tingginya pergerakan orang. "Droplet itu bahaya luar biasa ketika jumlah kasus banyak. Semakin tinggi pergerakan, mobilisasi masif, orang malah didorong kerja, belanja, makin tinggi (bahaya)," kata dia saat dihubungi, Senin (6/4).

Studi dalam jurnal American Medical Association menemukan karena sejumlah kondisi, droplet dari batuk, bersin dan bahkan hembusan napas bisa menjangkau lebih dari 26 kaki atau delapan meter dan bertahan di udara selama beberapa menit. Penulis studi sekaligus profesor di Massachusetts Institute of Technology, Lydia Bourouiba mengatakan, ukuran droplet bisa sangat kecil dan bahkan tak terlihat seperti ukuran mikron, yakni 1 mikron, lebih kecil dari rambut manusia yang tebalnya 60-120 mikron.

"Aerosol berbeda. Partikel yang sangat kecil dapat bertahan di udara untuk waktu yang lama, kadang-kadang selama berjam-jam," kata profesor kedokteran dan penyakit infeksi dari Stanford University, Stanley Deresinski seperti dilansir USA Today.

Udara dari droplet itu beberapa di antaranya terlindung oleh awan gas dan dapat bertahan cukup lama hingga seseorang menghirup virus. "Di dalam awan gas, masa hidup droplet bisa jauh lebih panjang dengan faktor dari sepersekian detik hingga menit," kata studi.

Di sisi lain, The National Academy of Sciences (NAS) mengungkapkan virus corona baru juga bisa menyebar melalui udara, tidak hanya dari droplet dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi. "Hasil studi konsisten, penyebaran virus melalui pernapasan normal," kata Komisi Tetap Penyakit Menular dan Ancaman Kesehatan Abad 21, Amerika Serikat, Harvey Fineberg seperti dilansir ScienceMag.

Sejauh ini, lembaga-lembaga kesehatan termasuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan jalur rute utama penularan SARS-CoV-2 melalui tetesan pernapasan ketika orang batuk dan bersin.

Tetapi jika virus corona baru bisa bertahan dalam udara yang dihasilkan saat seseorang menghembuskan napas, perlindungan terhadap virus menjadi lebih sulit. NAS dalam studi yang dipublikasikan dalam The New England Journal of Medicine menunjukkan, SARS-CoV-2 bisa bertahan di tetesan udara selama 3 jam dan tetap berpotensi menular.

Namun, tidak semua ahli sepakat udara menjadi media penyebaran virus corona. Walau begitu, CDC merekomendasikan semua orang di Amerika Serikat mengenakan kain masker di luar rumah untuk mengurangi penyebaran virus.

Presiden Joko Widodo dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto sudah mewajibkan masyarakat mengenakan masker saat ke luar rumah. Hal serupa juga diutarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengingat banyaknya individu yang terkena Covid-19 dan tidak mengalami gejala namun bisa menularkan penyakitnya pada orang lain.

Temuan NAS mengenai virus corona baru juga bisa menyebar melalui udara juga memperkuat argumen semua orang harus memakai masker di luar rumah demi mengurangi penularan virus dari orang tanpa gejala.

Sebaiknya, cuci masker menggunakan larutan sabun setelah empat jam pemakaian. Masker terutama yang berbahan kain setidaknya bisa mengurangi rentang kontaminasi awan yang dipenuhi droplet.

Sebuah studi yang didukung ahli virologi pemenang Nobel, Harold Varmus mengungkapkan, lapisan kain di wajah bisa menghentikan 99 persen droplet. Fineberg sependapat. Menurut dia, tidak perlu masker bedah, tetapi yang berbahan kain bisa dipakai.

"Masker bedah untuk tenaga kesehatan yang membutuhkan," kata Fineberg seperti dilansir The Guardian.

Masker kain tidak boleh dikenakan anak-anak di bawah usia 2 tahun, siapa pun yang mengalami kesulitan bernapas atau mereka yang tidak bisa melepas masker tanpa bantuan. Selain itu, sebaiknya sembari mengenakan masker tetap menjaga jarak dengan orang lain setidaknya dua meter. Lalu, masker tetap menutup hidung, mulut, dan dagu serta cobalah tidak menyentuh masker saat Anda mengenakannya

Namun, ketimbang mengandalkan masker, Diah lebih menyarankan orang-orang tetap berada di rumah sementara ini. "Yang jelas populasi berisiko sudah makin tinggi. Solusinya cuma satu, tetap di rumah. Jumlah pasien Covid-19 saat ini sangat mungkin sudah sangat tinggi, hanya tidak diketahui karena tidak terdetaksi. Jadi solusinya cuma jangan ke mana-mana," tutur dia.

Di sisi lain, ahli kesehatan masih membolehkan orang-orang keluar rumah, salah satunya untuk kepentingan beraktivitas fisik. Syaratnya, harus dilakukan sendirian dan menjaga jarak sosial dengan orang lain.

"(Beraktivitas fisik di luar rumah) boleh, misalnya joging atau lari di outdoor, jangan dekat-dekat, jaga jarak," kata dokter spesialis kedokteran olahraga dari rumah sakit Premier Bintaro, Hario Tilarso.

Ke luar rumah untuk membeli bahan pangan dan obat-obatan juga masih dibolehkan. Tetapi sebaiknya tidak sering dan tetap menjaga jaga jarak sosial ditambah menjaga higienitas diri.

photo
Gejala dan Cara Cegah Penularan Virus Corona - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement