Senin 06 Apr 2020 01:30 WIB

Hadapi Covid-19, Rimawan: Pahami Dulu Karakternya

Sonjo, jembatan kepedulian hadapi Covid-19 dari Yogyakarta.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, Dampak Pandemik Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah dirasakan kelompok rentan dan beresiko. Sambatan Jogja atau Sonjo hadir untuk menjembatani mereka yang membutuhkan dan mereka yang mampu menjawab kebutuhan tersebut.

Inisiator Sonjo merupakan Kepala Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo. Ia mengatakan, dalam menghadapi Covid-19 penting memahami dulu karakter Covid-19.

"Salah satunya tidak kasat mata. Di Indonesia itu kita sering tidak tahu siapa lawan kita, bahkan kita tidah tahu siapa kita, jadi sering gagap-gagap seperti ini," ujar Rimawan, Ahad (5/4).

Lalu, pahami masa inkubasi 14 hari, menular lewat droplet, sistem imun tubuh kunci, kerumunan orang beresiko, orang penyakit kronis dan orang tua lebih beresiko dan perawatan menggunakan APD dan ventilator.

Perlu dipahami pola peperangan melawan Covid-19 berbeda dibanding perang fisik atau bencana alam. Covid-19 penuh ketidaktentuan karena distribusi probabilitas kejadian tidak diketahui.

Ibarat perang, kata Rimawan, bukan kita yang bisa menyerang tapi Covid-19 yang menyerang duluan. Karenanya, kunci dari defensive battle seberapa besar kemampuan menahan untuk serangan balik.

Dia mengingatkan, kita harus belajar dari kesuksesan Korea Selatan. Yaitu, mengakui tidak ada negara yang siap, mampu tingkatkan sense of crisis, transparan dan kerja keras libatkan semua elemen.

"Permintaan dan penawaran bantuan belum tentu bertemu saat ada kesenjangan informasi, keterbatasn kemampuan manusia, dan Sonjo menggunakan WhatsApp Group untuk memberikan media agar permintaan dan penawaran bantuan berinteraksi," ujar Rimawan.

Targetnya, meminimalisasi tumpang tindih penyaluran bantuan, dan memecahkan masalah-masalah di lapangan secara cepat. Fokus Sonjo masyarakat rentan dan beresiko terhadap penyebaran Covid-19.

Dia menjelaskan, cara Sonjo menggerakkan sambatan dimulai dari identifikasi masalah bersama dan kebutuhan untuk sambatan. Sebab, akan selalu ada yang jadi penggerak di setiap bangunan koordinasi.

Rimawan menerangkan, WAG dipilih karena itu merupakan teknologi yang paling sederhana hari ini. Tapi, dimaksimalkan dengan menggandeng semaksimal mungkin elemen-elemen masyarakat yang ada.

"Kita mengalihkan dari pasar yang sebenarnya ada di luar, jadi ada di WAG, karena sama-sama kita tidak bisa ke luar, ini sistem baru perekonomian yang harus kita manfaatkan," kata Rimawan.

Kuncinya, kata Rimawan, harus ada yang memulai, setelah itu orang akan ikut. Setelah banyak elemen-elemen masuk, wajib diluruskan niat dan ditegaskan komitmen agar tidak ada aliran uang masuk.

Lalu, dimulai saja dari kebutuhan yang tersederhana di daerah-daerah atau lingkungan masing-masing. Dari sana, selain masalah yang akan mengalir deras, namun solusi akan pula bermunculan.

Dia menekankan, masalah-masalah akan memaksa kita bekerja sama dan memikirkan solusinya. Sebab, selalu ada proses evaluasi dari tiap gerakan sejalan dengan waktu.

"Kita membuka kerja sama dengan komunitas lain, dan Sonjo aktif menjalin kolaborasi dengan Surge DIY, Indonesia Bergerak, Persatuan Relawan, BUMN-BUMN di DIY dan lain-lain." ujar Rimawan.

Sonjo, kata Rimawan, turut berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Bahkan, obvserver Sonjo membuka kesempatan rekan-rekan dari daerah lain ikut di WAG 2x24 jam untuk mempelajari Sonjo.

Saat ini, Sonjo memiliki empat WAG. Mulai dari Sonjo untuk media koordinasi umum, Sonjo-Pangan yang fokus ke ketahanan pangan, Sonjo-Inovasi yang fokus ke inovasi alat kesehatan dan Sojo-Database.

Rimawan mencontohkan, ketika ada pihak-pihak yang memiliki kebutuhan seperti APD, masker, hand sanitizer atau bahkan makanan, melalui Sonjo masalah itu bisa terselesaikan 10-20 menit. Sebab, banyaknya elemen yang tergabung mampu menjawab kebutuhan tersebut.

"Sebab, ketika ada rekan butuh APD, ada rekan yang bisa membuat APD, monggo, itu diselesaikan di luar, kita sudah mempertemukan, kita ciptakan saja pasarnya, transaksi tidak dilakukan di sini," kata Rimawan.

Kata dia, Sonjo terus mengingatkan anggota-anggota untuk mempersiapkan diri menghadapi krisis 4-6 bulan ke depan. Sehingga, gerakan ini tidak cuma bergelora di awal, tapi bisa berkelanjutan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement