Senin 06 Apr 2020 03:10 WIB

Tindakan Terbaik

Mengambil hikmah dibalik apa yang terjadi merupakan tindakan terbaik.

Berdoa/Ilustrasi
Foto: Republika/Wihdan
Berdoa/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Siti Faizah

Hari-hari berlalu dengan kondisi negeri masih terjangkit wabah Covid-19, laksana kegelapan melalui hari-hari ‘social distance’ yang belum menentu kesudahannya di Jakarta, bahkan merebak ke berbagai kota dan desa. Bukan bermaksud menyamakan wabah virus corona dengan keterlambatan Kaum Nabi Yunus ‘alaihissalam menyambut panggilan dakwah Islam. Namun di dalam kisah penuh mukjizat yang menimpa Nabi Yunus bin Matta dan tindakan kaumnya yang bersegera bertaubat kepada Allah Ta’ala, terdapat do’a mustajab yang bisa dicontoh oleh orang beriman yang mendamba solusi bagi sebesar dan seberat apapun permasalahan yang dialami dalam kehidupan.

Sebagai rentetan peristiwa, Nabi yang bergelar Dzun Nun mengalami kondisi kegelapan yang sangat pekat, saat berada dalam kegelapan perut ikan paus, kegelapan laut dan kegelapan malam. Hal ini sebagai penempaan dan pendidikan bukan hukuman bagi Nabi Yunus ‘alaihissalam. Rasulullah SAW menghormati kondisi tersebut dalam sabdanya, “Janganlah kamu lebih mengunggulkan aku atas Yunus bin Mata. Karena aku ketika berada di Sidratul Muntaha tidaklah lebih dekat kepada Allah SWT daripada dirinya ketika ia berada di dasar lautan di dalam perut ikan paus.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)  

Tindakan terbaik hari ini, pertama, berprasangka baik kepada Allah Ta’ala bahwa dibalik kesulitan akan terdapat kemudahan demi kemudahan (Qs.al Insyirah:5-6). Mengambil hikmah dibalik apa yang terjadi, dimana apa yang dirasakan hari ini tidak terpikir sebelumnya, bahkan seringkali rindu dengan kebersamaan dengan keluarga yang sebelumnya sulit dilakukan. Menikmati sarapan, makan di siang dan malam hari bersama, mengajar anak di rumah, bekerja bisa di rumah, shalat berjama’ah menjadi kebersamaan yang menyenangkan.

Kedua, memperbaiki pola hidup menjadi sehat, menjaga kebersihan diri dan kebersihan hati dengan tidak banyak keluar rumah. Mengisi waktu dengan meningkatkan kualitas diri, meningkatkan ibadah kepada Ilahi Rabbi apalagi momen ini bersamaan dengan penyambutan bulan mulia yang sebaiknya bisa dimulai sejak Bulan Haram, Rajab dan sekarang memasuki Sya’ban dengan memperbanyak berpuasa di dalamnya sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.  

Ketiga, meyakini bahwa Allah SWT akan menyelamatkan orang beriman dari wabah virus corona, dengan bersungguh-sungguh memohon pertolongan kepada-Nya, memperbanyak dzikir dan membaca, “Do’a Dzun Nun (Nabi Yunus AS) ketika ia berdoa pada saat berada dalam perut ikan paus, ‘Laa Ilaaha illaa Anta, subhanaka innii kuntu minazh zhaalimiin (tiada Tuhan melainkan Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya hamba termasuk orang-orang yang zalim). Maka tidak ada seorang muslim yang berdoa kepada Tuhannya dengan doa ini menyangkut suatu hal, melainkan Tuhan memperkenalkan doanya itu.” (HR.Baihaqi)

Hari-hari dalam kebersamaan dengan keluarga yang intensif bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kedekatan kepada Allah, dengan memperbanyak do’a. Sebagaimana kalimat permohonan yang pernah dibaca oleh Nabi Yunus ‘alaihissalam. Do’a yang diawali dengan tauhid, kemudian tasbih dan pujian, istighfar serta pengakuan telah berbuat zalim atas diri sendiri. Sebab hakekat wabah, penyakit, kesulitan yang menimpa manusia hakekatnya tidak luput dari akibat perbuatan sendiri yang perlu disadari bersama.  

Keempat, bersabar atas musibah yang menuntut seseorang terus berusaha mencari solusi, mentaati ulama dan umara untuk berdiam di rumah. Problema yang dialami umat Nabi Muhammad SAW hari ini jauh lebih kecil dan tidak mungkin melampaui kesulitan yang dihadapi oleh para utusan Allah di masa lampau. Apa yang terjadi pada Nabi Yunus ‘alaihissalam sebagaimana kisahnya tersebut dalam Al Qur’an adalah pembelajaran bagi manusia pada hari ini.

Al Qur’an secara jelas menyebut nama Nabi Yunus ‘alaihissalam sebanyak 4 kali (Qs.Annisa:163, Qs.Al An’am:86, Qs.Yunus:98, Qs.Ash Saffat:139) dan disebutkan dengan sifatnya dua kali, “Dan ingatlah kisah Zun Nuun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah…” (Qs.Al Anbiya:87)

Nabi yang tersebut ‘Dzun Nun’ marah terhadap kekufuran kaumnya karena mereka mendustakannya, terlambat dalam menerima panggilan dakwah dan beriman kepada risalah yang dibawa. Ia marah atas nama Tuhannya.  Meski yang lebih utama dan menjadi pengendali adalah bersabar dan menunggu izin dari Allah SWT untuk berhijrah. “Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam perut ikan ketika dia berdoa dengan hati sedih.” (Qs.Al Qalam:48)

Kelima, melakukan taubat secara massif berbasis keluarga sebagaimana yang dilakukan oleh Penduduk Negeri Ninawa. Bertepatan dengan Hari Jum’at, 10 Muharram, tatkala kaum Nabi Yunus ‘alaihissalam menyadari kebenaran ancaman Nabi Yunus mengenai azab yang dijanjikan akan terjadi dalam kurun waktu tertentu, penduduk sebuah negeri mati di sebelah kiri Irak itu merasa ketakutan. Ketika waktu yang ditentukan semakin dekat, langit mendung dan menjadi hitam serta tertutup asap tebal hingga menutupi kota. Penduduk yang dipimpin Raja Hazqiya itu berlarian mencari-cari Nabi Yunus yang tidak lagi mereka temui.

Hal ini menjadi teladan bagi setiap kaum yang mendamba ampunan dari Allah Ta’ala. Mereka pergi naik ke dataran yang tinggi dengan membawa anak dan binatang ternak, memisahkan kaum ibu dan anak-anaknya agar khusyu beribadah kepada-Nya. Seraya memohon dengan segala kerendahan hati, ikhlas menyatakan bertaubat kepada-Nya, semuanya ikut bersuara sehingga Ia menerima taubat massal sebelum azab benar-benar terjadi dan mereka berbahagia hingga berakhir masanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement