Ahad 05 Apr 2020 12:44 WIB

Lockdown Diganggu Pengusaha Kebun Kopi di Wabah Pes 1911

Pes berasal dari kutu tikus yang menggigit manusia.

Tikus Liar (ilustrasi)

Arus pergerakan orang menurut dr Tjipto Mangoenkoesoemo memang tidak menularkan kuman, tetapi barang-barang yang dibawalah yang mempunyai potensi menularkannya. Menurut penelitian dr Swellengrebel, dari 56.790 orang yang berpindah, hanya ditemukan tiga kutu tikus. Tjipto menilai transportasi barang yang memperluas wabah pes.

Namun ia juga menilai langkah-langkah yang diambil untuk pencegahan wabah bertentangan dengan arti penting keberadaan kereta api di Hindia Belanda. Karantina lima hari setelah berpindah dari satu kota ke kota lain cukup merepotkan. Barang-barang baru bisa diangkut setelah disemprot disinfektan.

Dr Tjipto memang membuktikan kuncitara dengan penjagaan tentara memang mengurangi wabah pes di manusia, tetapi tidak mengurangi wabah pes di tikus. Tjipto bercerita tentang mantri kesehatan yang juga meninggal akibat pes. Ia menghabiskan hari-hari di rumah yang terkontaminasi kuman karena ada tikus mati di rumah itu.

Untuk menghentikan wabah ini tak hanya kuncitara yang dilakukan, melainkan juga perbaikan rumah agar wabah pes di tikus juga berhenti. Ketika rumah-rumah tak bisa dijadikan sarang tikus, maka kutu tikus akan kehabisan tikus. Kutu itu hanya bisa hidup di tikus. 

Jika tikus mati, kutu akan loncat ke tikus lain yang ada di dekatnya. Kuman penyebab pes berkembang biak di dalam perut kutu tikus. Setelah tikus habis, tak ada tempat lagi untuk kutu berkembang biak, sehingga tak akan ada lagi yang menggigit manusia.

Ada hampir sejuta rumah yang harus diperbaiki, agar rumah-rumah warga tak lagi menjadi sarang tikus. Dinding rumah dari anyaman bambu rangkap dua jelas menjadi sarang tikus. Demikian juga penyangga atap dari bambu, juga menjadi sarang tikus. Balai-balai dari bambu juga menjadi sarang tikus. Semua itu harus diganti.

Batang-batang bambu yang dijadikan bahan rumah dipastikan tidak bisa dimasuki tikus. Ujung-ujungnya ditutup dengan kayu. Dinding bambu yang dobel harus dibuat serapat mungkin sehingga tak ada celah untuk tikus. Demikian juga atap rumah yang terbuat dari ijuk juga diganti. Cara ini ditujukan untuk menjauhkan tikus dari manusia.

Namun, perbaikan rumah ini menuai tudingan. Desa lain terkena wabah karena kedatangan tikus dari desa yang rumah-rumahnya sudah diperbaiki. Pada akhir Januari 1926, Kepala Dinas Kesehatan Masyarakat (Dienst der Volksgezondheid) JJ van Lonkhuyzen membantah hal itu. Adanya wabah di desa lain tak bisa dijadikan bukti bahwa penularan terjadi karena dampak dari perbaikan rumah di desa yang terkena wabah sebelumnya.

Koran De Telegraaf mencatat, perbaikan rumah-rumah biasanya baru dilakukan setelah kondisi terburuk dari wabah pes itu. Saat itu, tikus-tikus sudah mati ketika ditemukan di rumah-rumah yang dibongkar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement