Ahad 05 Apr 2020 06:19 WIB

Wakaf Produktif Bisa Mandirikan Masyarakat

Pengelolaan wakaf harus maksimal, profesional, produktif, transparan dan akuntabel.

Neneng Hasanah, selaku Dewan Pengawas (Dewas) Syariah, Unit Pengelola Dana Lestari dan Wakaf (UPDLW) IPB University.
Foto: Dok IPB
Neneng Hasanah, selaku Dewan Pengawas (Dewas) Syariah, Unit Pengelola Dana Lestari dan Wakaf (UPDLW) IPB University.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wakaf merupakan satu bentuk ibadah dengan cara memisahkan sebagian harta benda yang dimiliki seseorang untuk dijadikan harta milik umum. Kemudian, akan diambil hasil/manfaatnya bagi kepentingan umat Islam atau manusia pada umumnya. Amalan wakaf amat besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan.

Neneng Hasanah, selaku Dewan Pengawas (Dewas) Syariah, Unit Pengelola Dana Lestari dan Wakaf (UPDLW) IPB University menyebut, Islam meletakkan amalan wakaf sebagai satu macam ibadah yang amat digembirakan. Oleh karenanya, agar keberadaan wakaf dan hasilnya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, maka pengelolaannya harus maksimal, profesional, produktif, transparan dan akuntabel. Dengan kata lain, harta wakaf harus dikelola secara efektif dan produktif.

“Harta wakaf yang dikelola secara produktif, hasilnya akan memberikan solusi pada permasalahan umat. Utamanya pada masalah ekonomi yang kerap menghimpit kehidupan masyarakat kelas bawah. Bukti pengelolaan wakaf yang produktif dan berhasil, yaitu sebesar manfaat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, utamanya oleh mauquf’alaih (penerima hasil/manfaat wakaf). Sehingga, secara otomatis mereka lebih mudah untuk diberdayakan dan mampu hidup secara mandiri,” ujar Neneng dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Hasil pengelolaan harta wakaf yang produktif, menurutnya tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan para mauquf’alaih. Namun,  lebih dari itu,  mampu memandirikan para mauquf’alaih, baik mandiri secara ekonomi, pendidikan maupun kesehatannya. Sehingga tidak ada masyarakat yang terpuruk dalam memenuhi kebutuhan tiga hal tersebut.

“Jika semua kalangan dan stakeholder perwakafan bersinergi, saling mendukung dan memiliki keinginan kuat untuk maju dan berubah, pasti bisa. Karena harta wakaf yang dikelola secara profesional, produktif dan transparan akan mampu memberdayakan banyak orang yang membutuhkan dan pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan. Pengelolaan dana harta wakaf membutuhkan waktu yang cukup lama dan juga ilmu yang mumpuni untuk menopang dan terciptanya sebuah kemaslahatan bagi masyarakat yang mandiri,” paparnya.

Pengelolaan harta wakaf dalam tujuannya memberdayakan masyarakat agar menjadi masyarakat yang mandiri, menurut Neneng harus terus dilakukan dan diupayakan sebagai pengejawantahan dari QS. Al-Ra’du (13) :11. Yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri…”  

“Ayat ini merupakan tantangan bagi seluruh umat manusia. Jika ingin ada perubahan dalam hal apapun, tentu harus berusaha dengan memaksimalkan kemampuan yang dimiliki. Pemberdayaan merupakan ajaran Islam yang harus diejawantahkan dalam rangka mensyukuri karunia-Nya, mengikuti jejak dan perjalanan Rasulullah SAW dan para sahabat yang sudah sukses dalam pengelolaan harta wakaf,” ujar Neneng.

Neneng mencontohkan bagaimana wakaf sahabat Utsman bin Affan ra. dengan Sumur Raumah yang telah memberikan manfaat  sangat banyak bagi keberlangsungan hidup umat Islam pada saat itu hingga hari ini. Dalam buku Sirah Nabawiyah diterangkan bahwa Usman bin Affan ra. telah mewakafkan sumur yang airnya dipergunakan untuk memberi minum kaum Muslimin. Sebelumnya, pemilik sumur ini mempersulit dalam masalah harga, maka Rasulullah SAW menganjurkan dan menjadikan pembelian sumur itu sunnah bagi para Sahabat. Karena itu, Utsman membeli sumur itu dan diwakafkan bagi kepentingan kaum muslimin, dan wakaf Ustman bin Affan ini sampai sekarang masih ada di Kota Madinah Al- Munawwarah, karena pengelolaan yang profesional dan produktif.

“Tentu ilmu tentang pemberdayaan harus dimiliki oleh setiap pelaku dan pengelola harta wakaf sebagai stakeholder pada permasalahan ini. Karena ilmu dan paham adalah alat untuk mendapatkan solusi dan menyelesaikan problem yang dihadapi,” kata Neneng.

Lebih lanjut Neneng menerangkan, ilmu pemberdayaan dan kemandirian ekonomi umat penting dimiliki bagi seorang nadzir (pengelola harta wakaf), agar harta wakaf yang dikelolanya dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Contoh konkret pada zaman sekarang adalah pemberdayaan wakaf uang oleh beberapa instansi bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai stakeholder perwakafan di Indonesia dalam Wakaf Hasanah yang diinisiasi BNI Syariah. Hal ini dapat menjadi salah satu upaya meningkatkan pengumpulan wakaf uang oleh BWI.

Sebagaimana diketahui, Wakaf Hasanah adalah sebuah platform website yang didesain untuk memfasilitasi promosi proyek wakaf produktif yang dikelola nazir wakaf dengan masyarakat luas sebagai calon nazir. Selain BWI, BNI Syariah juga menggandeng empat nazir wakaf nasional, yakni Tabung Wakaf Indonesia, Rumah Wakaf Indonesia, Global Wakaf, dan Wakaf Al-Azhar. Salah satu bentuk kerja sama BWI dengan Global Wakaf adalah dalam mengelola wakaf uang dan wakaf melalui uang.

“Apabila program Wakaf Hasanah tersosialisasi dengan baik, platform web berbasis wakaf produktif dapat menjadi tren baru pada masa mendatang. Terlebih, pada masa kini, skema crowdfunding atau urun dana seperti itu mulai menjamur di Indonesia dan selayaknya perwakafan nasional bisa meningkat lewat skema crowdfunding yang didukung teknologi informasi,” tutur Neneng. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement