Sabtu 04 Apr 2020 15:12 WIB

Pembebasan Napi Berdampak ke Hemat Anggaran di Lapas

Kebijakan itu juga mampu menurunkan angka kelebihan kapasitas di LP dan rumah tahanan

Petugas memberikan arahan kepada warga binaan yang dibebaskan dari Lapas Kerobokan, Bali. Puhan warga binaan dibebaskan dari Lapas Kerobokan melalui program asimilasi di rumah dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Petugas memberikan arahan kepada warga binaan yang dibebaskan dari Lapas Kerobokan, Bali. Puhan warga binaan dibebaskan dari Lapas Kerobokan melalui program asimilasi di rumah dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Suprapto mengatakan bahwa kebijakan pembebasan 646 narapidana melalui asimilasi dan integrasi berdampak pada penghematan anggaran negara. Kebijakan ini mampu menurunkan angka overcrowding atau kelebihan kapasitas dalam Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di wilayah Bali.

"Pembebasan ini, pertama bisa mengatasi over kapasitas, terutama di LP Kerobokan. Kedua, banyak yang dipulangkan dan otomatis banyak yang tidak kami berikan makan, otomatis bisa menghemat anggaran negara mencapai ratusan hingga miliaran se-Indonesia, itu bisa menghemat biaya negara, dan untuk di dalam lapas itu bisa memberikan keamanan, karena berkurangnya kepadatan, konflik intern bisa dikendalikan," jelas Suprapto di Denpasar, Sabtu (4/4).

Baca Juga

Ia menambahkan, dengan pembebasan napi melalui asimilasi dan integrasi, keamanan dalam lapas bisa terjamin dan menghindarkan dari konflik-konflik intern sehingga kondisi dalam lapas bisa kondusif. Selama proses pembebasan narapidana dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran virus corona di dalam lapas, Kata dia wajib melalui beberapa proses, salah satunya pengecekan identitas dan pengecekan masa tahanan secara teliti.

"Kita cek satu-satu karena kita tidak boleh sampai salah orang, mulai dari kasusnya, fotonya, misalnya ada napi saat pertama masuk dalam sidang mereka berewok tapi sekarang bersih. Jadi harus cek detail sekali, waktu penahanannnya, identitas orang tua, alamat dan semuanya itu ditanyakan dulu," ucap Suprapto.

Sementara itu, mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta yang beberapa waktu lalu telah ditetapkan untuk menjalani masa pidananya karena kasus penipuan, pengelapan, pemalsuan surat dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tidak masuk dalam daftar menjalani asimilasi. "Belum karena beliau masuk dalam kasus PP nomor 99 tahun 2012 dan dalam ketentuan memang itu tidak termasuk dalam PP nomor 99 dan tidak untuk warga negara asing," katanya.

Ia menjelaskan bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 menentukan setiap tindak pidana yang ordinary crime kurang lebih ada tujuh, misalnya kasus korupsi, terorisme, kejahatan transnasional antar negara, kejahatan kemanusiaan termasuk human trafficking, narkoba, prekusor semua itu termasuk narapidana kelompok PP nomor 99 tahun 2012. "Hingga saat ini memang belum diberikan, tapi kita tidak tahu nanti apakah berkembang lagi yang jelas aturan untuk itu belum diberikan," jelasnya.

Ia mengatakan selama tiga hari tahap pembebasan seluruh lapas dan rutan di wilayah Bali tidak ditemukan kendala yang siginifikan. "Semua napi menunjukkan itikad yang baik dan diantaranya yang kita lepas tidak ada yang melakukan pelanggaran sebelumnya. Kalau mereka ada pelanggaran, mereka enggak bisa keluar jadi kalau ada pelanggaran kami catat, kami BAP di buku pelanggaran. Enam bulan tidak melanggar berarti dikatakan baik," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement