Jumat 03 Apr 2020 08:21 WIB
umrah

Umrah Dari Prancis: Menemu Mukjizat Kala Tawaf Di Ka'bah

Menemu mukjizat dalam umrah

Dini Kusmana Massabuau sekeluarga saat berada di area gua Hira di Makkah.
Foto: Suratdunia.com
Dini Kusmana Massabuau sekeluarga saat berada di area gua Hira di Makkah.

 

Setiba di tanah suci dari Prancis mellaui transit di Istanbul, sejauh ini segala sesuatunya berjalan lancar. Ada hal yang membuat saya berkesan selama di Madinah yaitu, setiap malam, ketika anak-anak sudah istirahat, saya dan suami pergi keluar berdua ke masjid.

Berhubung mesjid tinggal menyeberang, jadi beberapa langkahpun sudah tiba. Biasanya kami gunakan untuk shalat masjid, lalu kami berjalan berdua keliling mesjid. Jalan-jalan santai saja layaknya orang pacaran. Ternyata, banyak juga pasangan yang memiliki ide yang sama. Jalan-jalan santai sekitar mesjid, romantis? Bangetlah!

 

Hanya malam satu hari sebelum kepergian kami ke Mekkah, suami kena hawa dingin. Dan saya, yang mendapat cobaan sebulan sebelum keberangkatan dinyatakan mengidap kista besar (lebih besar dari bola tenis), hingga membuat saya mengalami pendarahan lama, dan berhenti hanya menjelang dua hari keberangkatan ke Madinah, dan satu hari sebelumnya itu, Akang jatuh sakit! Badannya menggigil. Dan saya tiba-tiba mulai mengalami pendarahan.

Kami berdua pasrah. Soal panik tidak usah ditanya, tapi berakhir dengan pasrah. Jauh dari negara tinggal. Hanya kami sekeluarga, meminta dokterpun saat itu agak runyam.

Saya sudah sedih, karena pendarahan mulai lagi, tapi memikirkan suami yang menggigil sampai tak tega melihatnya, saya sampai tak ubris lagi soal kista ini. Air zamzam terus dan terus saya minum, minta pengobatan dari sang Penyembuh. Saya pasrah.

Suami dengan badan menggigil malah bercanda terus. Dia hanya ingin menenangkan istri dan anak-anaknya. Wajahnya jadi sangat merah, karena suhu badannya yang tinggi. Saya sarankan agar umroh bisa dilakukan tidak usah esok. Pembimbing juga menyatakan hal yang sama. Bisa pergi tetap ke Mekkah, namun ibadah dijalankan nanti setelah badan sehat. Tapi suami bersikeras, dia ingin umroh sesuai jadwal yang ditentukan. Pembimbing kami saling berdoa untuk kami.

Baju ihram sudah digunakan oleh suami dan anak-anak. Haru saya makin berlipat-lipat. Ini adalah impian indah bagi saya yang menjadi kenyataan. Tapi saya miris melihat kondisi suami, yang masih panas. Wajahnya masih merah, tapi dia senyum terus, berulang kali berkata “ça va, je vais bien ne vous inquiétez pas” (Aku baik-baik saja, aku baik-baik saja, jangan khawatir).

Begitu selalu, jawabannya setiap ditanya jemaah lain, bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak usah khawatir. Tapi memikirkan perjalan jauh dengan bis dan akan sampai di Mekkah pukul 02.00 pagi sudah membuat saya makin khawatir. Sayapun makin khawatir dengan kondisi saya, bagaimana apakah saya bisa melakukan ibadah? Mulai berkecamuk segala pertanyaan dan rasa khawatir.

Penjelasan pembimbing yang saya dapatkan membuat hati tenang. Saya hanya diminta berdoa, yakin dan bila harus, bisa membersihkan diri tanpa menggunakan sabun hanya air. Mereka menerangkan yang saya dapatkan adalah karena akibat penyakit.

Saya bersyukur, pembimbing kami sangat bijak. Bagi para pasangan kawin campur, berpasangan dengan mualaf, atau para mualaf itu sendiri, pembimbing seperti mereka sangat tepat. Sabar, bijak, dan selalu menekankan kebesaran dan kasih sayang Allah, hingga para mualaf tak pernah berkecil hati, karena merasa belum sempurna shalatnya, ibadahnya, membaca Al Qurannya dan masih banyak kekurangan lainnya.

Tapi dengan senyum mereka selalu membesarkan hati suami dan para mualaf yang juga saat itu ada bersama rombongan kami. Berniat umrah, datang ke rumah Allah, adalah ibadah yang insyaAllah dicatat oleh para malaikat, bila dilakukan dengan niat ikhlas. Penjelasan yang membesarkan hati para jamaah, karena banyak juga yang bukan mualaf namun masih merasa sangat kurang dalam beragama, seperti saya contohnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement