Kamis 02 Apr 2020 19:29 WIB

Pesan Bijak untuk Pemuda dari Pejuang Islam Lebanon

Pesan bijak disampaikan Syekh Musthofa dari Lebanon.

Pesan bijak disampaikan Syekh Musthofa dari Lebanon.  Belajar. Ilustrasi
Foto: Huffingtonpost
Pesan bijak disampaikan Syekh Musthofa dari Lebanon. Belajar. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Para pemuda tidak perlu berkeluh kesah menghadapi segala kesulitan, baik internal maupun eksternal. Diperlukan keteguhan hati dalam mengatasinya serta berkeyakinan bahwa segala sesuatu akan berubah dan berakhir.

Syekh Musthofa al-Ghulayani, dalam Idhat an-Nasyi'in, mengingatkan mereka agar mampu menunjukkan prestasi dan reputasi sendiri sehingga dapat menjadi manusia hakiki yang mendapat gelar insan kamil (manusia sempurna). Berwawasan luas, berjiwa kuat, dan berhati mulia. Mereka disebut ishomi, yaitu manusia yang berbangga berkat kerja keras sendiri.

Baca Juga

Hal ini berbeda dengan manusia idhomi yang selalu menggantungkan namanya kepada kehebatan para leluhur. Misalnya, membangga-banggakan diri sebagai ahli waris kejayaan para nenek moyang yang sudah meninggal lama tanpa melihat peralihan situasi dan kondisi. Dia hanya mendompleng popularitas orang tuanya di masa lampau. 

Pepatah Arab menyatakan, Laisal fata man yaqulu kana abiy, walakinna al-fata man yaqulu, ha ana dza. (Bukan ksatria orang yang mengatakan, tuh bapakku, melainkan seorang kstaria berkata, ini dadaku). Dia mengutip sebuah syair berikut: 

Aqbil ala naumizzaman

Wa in aba-u qalbuj jarih

Wa inna li kulli syai'in akhir.

(Hadapi segala tantangan zaman. Dengan semangat tegar. Sesungguhnya segala sesuatu akan berakhir).

Musthofa al-Ghulayani hidup tatkala Lebanon masih merupakan bagian Suriah Raya yang berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani (1330-1924). 

Namun, pada Perang Dunia I (1914-1918), daerah ini diduduki pihak lain. Kemudian, pada Mei 1926, berdiri Republik Lebanon, pecahan Suriah Raya. Pada Mei 1930, berdiri pula Republik Suriah. Kolonialis Prancis sengaja memecah belah wilayah itu agar lebih mudah menguasainya.  

Menanggapi hal itu, Musthofa al Ghulayani membahas makna kemerdekaan. Mulai dari kemerdekaan pribadi, kemerdekaan masyarakat, dan kemerdekaan bangsa serta negara. Beliau mengingatkan para pemuda agar tidak memahami kemerdekaan dalam makna sebebas-bebasnya sehingga melampaui batas atau melanggar hukum. Karena, menganggap kemerdekaan adalah merdeka segala-galanya.

Termasuk merdeka dalam urusan-urusan yang mengganggu norma (akhlak) dan tatanan kehidupan masyarakat yang memegang teguh ajaran agama. Bahkan, menganggap aturan agama sebagai penjajahan terselubung yang harus dilawan dan dihancurkan.

"Jangan kalian mengenal lelah dan payah demi kepentingan bangsa dan negara dalam melepaskan umat dari bentuk-bentuk perbudakan apa pun, baik yang dilakukan penjajah asing maupun bangsa sendiri yan berkomplot dengan penjajah. Juga, perbudakan hawa nafsu yang menyeret manusia berperilaku rendah dan hina, rusak budi pekerti, berpikiran tercela, dan jahat," tulis Musthofa al-Ghulayani.

Untuk memperkuat uraiannya, beliau mengutip pepatah Arab sebagai berikut:  Inna lil umami ajalan wa ajalu kulli ummatin yauma tafqidu hurriyataha. (Setiap umat memiliki ajal kematian dan ajal kematian umat itu adalah ketika kehilangan kemerdekaannya).

 

  

 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement