Kamis 02 Apr 2020 22:25 WIB

Moskow, Kota Penuh Kenangan untuk Karier Michael Carrick

United kembali menjadi raja Eropa pada musim 2007/2008.

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Michael Carrick
Foto: EPA/PETER POWELL
Michael Carrick

REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Butuh waktu sembilan tahun buat Manchester United untuk kembali menjadi raja di Eropa. Setelah terakhir kali merebut gelar Liga Champions pada musim 1998/1999, United kembali menjadi yang terbaik di kasta tertinggi kompetisi antar klub Eropa itu pada musim 2007/2008.

Dengan mengalahkan Chelsea, 5-6, via babak adu penalti, United merengkuh titel ketiga Liga Champions di sepanjang sejarah klub. Kini, 12 tahun setelah partai final tersebut, mantan gelandang United, Michael Carrick, kembali mengenang laga final yang digelar di Stadion Luzniki, Moskow, Rusia tersebut.

Carrick, yang saat ini bergabung bersama tim pelatih United bersama Ole Gunnar-Solskjaer, mengungkapkan, laga itu merupakan puncak persaingan antara United dengan Chelsea pada musim tersebut. Setelah sempat bersaing ketat dalam perburuan Liga Primer Inggris musim 2007/2008, United berhadapan dengan The Blues di partai final Liga Champions.

Namun, Carrick mengungkapkan, motivasi terbesarnya saat itu bukanlah persaingan ketat di pentas Liga Primer Inggris, melainkan kekalahan dari The Blues di partai final Piala FA pada musim sebelumnya. Di partai final Piala FA musim 2006/2007, United memang harus menelan pil pahit usai dibekuk Chelsea, 0-1, lewat gol kemenangan Didier Drogba pada menit ke-116.

''Saat kami dipastikan tampil di final Liga Champions dan menghadapi Chelsea. Ini skenario yang sama seperti di Liga Primer Inggris, dimana kami bisa meraih kesuksesan. Namun, saya malah teringat soal kekalahan di Piala FA setahun sebelumnya. Dalam beberapa hal, kekalahan itu menjadi motivasi terbesar saya di laga tersebut. Saya bertekad, hal itu tidak akan terjadi lagi,'' kata Carrick seperti dikutip laman resmi klub, Kamis (2/4).

Di partai final tersebut, United mengawali pertandingan dengan cukup apik dan mampu mencatatkan keunggulan lewat gol sundulan Cristiano Ronaldo pada menit ke-26. Namun, Chelsea mampu menyamakan kedudukan lewat torehan gol Frank Lampard pada menit ke-45. Bermain imbang hingga dua kali perpanjangan waktu, laga akhirnya dilanjutkan ke babak adu penalti.

Disinilah tekanan mental yang begitu besar mulai dirasakan Carrick. Dipercaya menjadi algojo kedua United, mantan gelandang Tottenham Hotspur itu akhirnya bisa melakoni tugasnya dengan baik. Namun, tekanan mental buat Carrick tidak berhenti sampai disitu. Bahkan, di sisa babak adu penalti, Carrick hanya bisa menunduk dan menatap rumput di lapangan Stadion Luzniki.

Akhirnya, momen penentuan datang saat John Terry mengeksekusi tendangan penalti. Beruntung, bek tengah The Blues itu gagal melaksanakan tugasnya. Tak lama, giliran Nicolas Anelka luput melakukan tugas setelah kiper Setan Merah Edwin ban der Sar berhasil menepis tembakan pemain pengganti tersebut.

Trofi Liga Champions pun jatuh ke tangan United. Carrick pun masih ingat betul bagaimana apa yang dia rasakan saat Setan Merah dinobatkan sebagai raja Eropa pada saat itu.

''Jujur, saya tidak tahu apa yang terjadi di sisa adu penalti, tapi satu hal yang saya tahu adalah kami telah menjadi juara. Saat belari dari lapangan tengah, saya melihat semua orang menjadi gila. Tidak hanya pemain, tapi para staff. Momen itu tidak akan saya lupakan. Itu benar-benar istimewa,'' kata Carrick.

Usai selebrasi di lapangan, mantan gelandang timnas Inggris itu mengaku, tidak menyangka bisa mengantarkan United menjadi juara Liga Champions. 

''Saya membutuhkan waktu setidaknya 10 hingga 20 detik untuk menenangkan diri saya. Saya benar-benar tidak tahu apa yang saya rasakan, apakah senang, terharu, atau gembira. Namun, itu sepertinya satu-satunya momen di karier saya, saya menangis di atas lapangan. Benar-benar perasaan yang unik,'' ujar mantan kapten United tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement