Kamis 02 Apr 2020 16:42 WIB

Trend Kuliah Daring di Tengah Wabah Virus Corona

Di tengah wabah virus corona, semua kampus digiring untuk melakukan kuliah daring.

Roni Tabroni,  Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung dan Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Roni Tabroni, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung dan Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Roni Tabroni

Istilah kuliah daring di Tanah Air sebenarnya belum merata. Terutama di daerah, kuliah model ini cukup menyulitkan, terkait infrastruktur yang belum memadai. Selain itu, tradisi kuliah jarak jauh dianggap belum menjadi budaya sehingga masih jarang yang menggunakannya. Walaupun demikian, ada beberapa kampus yang sebenarnya sudah terbiasa dengan tradisi ini. 

Tetapi di tengah musibah global, berupa wabah virus corona, semua kampus digiring untuk melakukan perkuliahan secara daring. Bencana yang datang tiba-tiba ini cukup membuat kaget banyak pihak. Semua elemen, mulai dari dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, sebenarnya belum benar-benar siap untuk melaksanakan perkuliahan seperti ini. 

Seperti seloroh, “The power of kapepet”, perkuliahan daring sontak menjadi sebuah tradisi baru. Padahal tidak ada pelatihan khusus kepada civitas akademika untuk melakukan hal ini. Bagaimanapun, ketika setiap orang merasa terpaksa, biasanya memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang asalnya tidak terpikirkan, bahkan yang asalnya tidak bisa. 

Karenanya, tradisi kuliah daring kini menggejala di Tanah Air, dengan berbagai program dan aplikasi, semua orang memaksakan diri untuk menjadi bagian dari penyelamatan proses belajar mahasiswa. Jika hal ini tidak dilakukan, mahasiswa belum tentu akan belajar dengan sendirinya. 

Sampai tulisan ini dibuat, belum ada yang melakukan evaluasi tentang efektivitas pelaksanaan kuliah jarak jauh. Tetapi, saat ini semua pihak hanya menjalankan saja apa yang mungkin bisa dilakukan. Begitulah memang yang harus dikerjakan ketika situasi sedang darurat. Pokoknya setiap orang harus berupaya untuk menyelamatkan dulu mahasiswa, evaluasi kemudian. 

Bencana yang cukup mendadak ini memang tidak ada yang menyangka terjadi secara massif. Dalam hitungan hari, bahkan hanya beberapa jam, hampir semua kampus membuat kebijakan libur demi menyelamatkan semua orang dari wabah yang cepat menyebar. Dan pada saat itu pula semua kampus gagap, bagaimana melakukan penggantian proses perkuliahan termasuk teknisnya. Akhirnya semuanya diserahkan kepada dosennya masing-masing.

Karena ini musibah yang mengglobal, maka sesungguhnya dampak terhadap dunia pendidikan juga terjadi di berbagai negara lain. Tidak ada yang mau ambil risiko. Meliburkan kampus secara formal menjadi pilihannya. Walaupun kikuk untuk melaksanakan perkuliahan secara sempurna, setidaknya setiap orang memastikan untuk tetap berupaya dan jangan sampai proses belajar berhenti sama sekali. 

Walaupun tidak biasa, kita semua dipaksa untuk melakukan tradisi baru dalam dunia pendidikan kita. Kebiasaan belajar baru bukan hanya pada aspek penggunaan teknologinya, tetapi yang lebih penting tumbuhnya budaya belajar pada setiap individu. Baik dosen maupun mahasiswa, tidak ada alasan untuk tidak belajar walaupun tidak datang ke kampus. Dengan akses ilmu yang lebih terbuka, setiap orang akan semakin mudah belajar secara mandiri. 

Persoalan kuliah jarak jauh yang paling menjadi persoalan sebenarnya rendahnya budaya belajar. Artinya orang jika tidak datang ke kampus seolah-olah tidak kuliah. Sedangkan bagi mereka yang sudah memiliki kesadaran belajar yang tinggi, mau di kampus maupun di luar kampus, akan tetap belajar, kapan saja dan di mana saja. 

Jika kita pesemis pada efektivitas penggunaan teknologi untuk kuliah jarak jauh, sebenarnya bisa dipelajari dalam waktu singkat. Tetapi kehawatiran sesungguhnya adalah berhentinya belajar masyarakat, termasuk dosen dan mahasiswa, ketika mereka  tidak hadir di kelas. 

Ketika Kementerian Pendidikan meminta kuliah jarak jauh, sebenarnya memberikan isyarat yang lebih penting yaitu pentingnya menumbuhkan spirit belajar secara mandiri. Dalam dunia pendidikan, kemandirian siswa, apalagi mahahsiswa dalam belajar sebenarnya sudah biasa. Karenanya, spirit ini sebenarnya yang harus disosalisasikan oleh setiap kampus dalam rangka mempertahankan kualitas akademiknya. 

Jika dosen dan mahasiswa terus membaca, berpikir, menulis, dan melahirkan karya-karya tanpa harus melalui bimbingan klasikal, maka sebenarnya proses pendidikan itu sendiri tetap berjalan dengan baik. Jika hal itu sudah menjadi kabutuhan bersama, maka bukan tidak mungkin sebenarnya dari kebijakan kuliah jarak jauh akibat wabah virus corona ini justru melahirkan jiwa-jiwa pembelajar melalui kemandirian mencari ilmu dengan cara masing-masing. 

*Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung dan Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement