Kamis 02 Apr 2020 16:38 WIB

Cara Fesyen Halal Bertahan di Tengah Wabah  Corona

Pengusaha fesyen halal membidik penjualan online.

Rep: Febryan A/ Red: Irwan Kelana
Butik busana muslimah/ilustrasi. Pengusaha fesyen halal membidik penjualan online.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Butik busana muslimah/ilustrasi. Pengusaha fesyen halal membidik penjualan online.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri fesyen halal turut terdampak pandemi virus Corona jenis baru alias Covid-19. Penjualan mulai turun drastis lantaran masyarakat lebih fokus menghadapi Corona dan diberlakukannya kebijakan physical distancing. Guna memastikan bisnis tetap hidup, para pengusaha fesyen halal pun mulai menerapkan sejumlah strategi baru.

Desainer busana muslimah dan pemilik Gaya Indonesia Scarf, Tuty Adib, mengaku penjualan produk kerudungnya menurun drastis sejak diumumkannya kasus positif Covid-19 di Indonesia pada awal Maret lalu. Para pelanggannya mulai enggan berbelanja ke toko, baik yang berlokasi di Jakarta maupun Solo, Jawa Tengah.

"Sempat waktu masih toko dibuka, tidak ada orang masuk juga (belanja). Akhirnya toko kita tutup," kata Tuty kepada Republika.co.id, Selasa (31/3). Namun demikian, Tuty mengaku belum menghitung besaran penurunan omsetnya. 

Walhasil, Tuty pun kini berupaya mengoptimalkan penjualan secara daring agar bisnisnya bisa tetap hidup. Apalagi pihaknya memilih untuk tidak memberhentikan karyawan meski proses produksi dan penjualan terganggu.

"Ikhlas tawakal (terhadap wabah Corona), tapi tetap berjuang  via penjualan online," katanya. Lebih lanjut, penjualan daring ini juga diupayakan langsung menyasar para pelanggan Gaya Indonesia Scarf.

Selain itu, kata dia, sejumlah promo juga ditawarkan agar penjualan meningkat. Promo diberikan dalam bentuk potongan harga mulai dari 20 hingga 30 persen.

Kendati demikian, lanjut dia, penjualan secara daring tetap saja tidak bisa menutupi penurunan omset. Sebab, gairah belanja masyarakat sudah kadung menurun karena panik dengan penyebaran virus Corona. 

"Energi orang untuk belanja pasti menurun. Semua fokus mengantisipasi korona," ucapnya seraya menyebut masyarakat kini lebih banyak membeli makanan dan obat-obatan.

Kondisi serupa juga diungkapkan oleh desainer busana muslimah Jeny Tjahyawati. Ia mengaku penjualannya secara daring saat ini  turun sekitar 50 persen. Sedikit beruntung pengurangan itu bisa diminimalisir oleh pemesanan busana pengantin yang memang sudah dipesan jauh-jauh hari.

"Kalau saya bulan Maret 2020  masih ada order buat pengantin. April baru mulai terasa karena banyak acara pernikahan yang dibatalkan akibat wabah ini," kata pemilik label busana dengan namanya sendiri, Jenny Tjahyawati, itu.

Menghadapi tantangan ini, Jeny mengaku akan mengoptimalkan penjualan daring. Sehingga ia tetap bisa menggaji sekitar 25 karyawannya lantaran tidak mengambil jalan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain itu, ia akan berupaya mengejar pasar luar negeri guna menghindari penumpukan barang. Sejumlah negara tujuan ekspor hasil karyanya adalah Malaysia, Rusia dan Amerika Serikat.

Meski Jeny bisa mengatasi krisis ini dengan memanfaatkan pasar luar negeri, tapi tidak demikian dengan 60 desainer anggotanya di organisasi Indonesia Modest Fashion Designers. Sebagian besar anggotanya kini berada di ambang kerugian besar lantaran sudah terlanjur memproduksi barang dalam jumlah banyak untuk dijual jelang hari raya Idul Fitri yang jatuh pada 23/24 Mei 2020 mendatang.

Jika wabah Corona ini belum berakhir saat lebaran tiba, kata Jeny, maka bisa dipastikan masing-masing anggotanya bakal merugi hingga ratusan juta rupiah. "Teman-teman ini berharap wabah Corona ini cepat selesai," ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement