Rabu 01 Apr 2020 20:52 WIB

Tunawisma India Terlantar di Tengah Penerapan Lockdown

Sebanyak empat juta orang tidak lagi mendapat penghasilan sejak karantina wilayah.

Suasana Lockdown di India
Foto: Mursid Widarsono Affandi
Suasana Lockdown di India

REPUBLIKA.CO.ID,NEW DELHI -- Ratusan orang yang tak memiliki tempat tinggal, sepanjang pekan ini, mengantre makanan yang dibagikan oleh para relawan dari dalam sebuah mobil van, di tengah kebijakan karantina wilayah atau lockdown yang ditetapkan pemerintah demi memerangi Covid-19.

Mereka tidak bisa menerapkan pembatasan jarak fisik yang dianjurkan sejauh dua meter antarmanusia, tidak pula terdapat cairan pencuci tangan atau bak cuci tangan, dan hanya segelintir dari orang-orang itu yang mengenakan masker. "Saya membutuhkan makanan. Kalau saya berdiri agak jauh dalam antrean, orang lain mungkin bisa datang untuk menyelak," kata Shiv Kumar, salah seorang yang mengantre, dikutip dari Reuters, Rabu (1/4).

Para relawan menyebut pemandangan semacam itu terlihat setiap hari di seluruh India. Sebagai buruh kasar dan pemungut sampah, kebanyakan dari orang-orang itu adalah gelandangan tanpa rumah yang bahkan tidak dapat membeli makanan sehari-hari. Dan mereka adalah salah satu kelompok rentan yang paling terpukul akibat kebijakan karantina wilayah tiga pekan di India.

Diperkirakan sebanyak empat juta orang, termasuk para tuna wisma, di India tidak lagi mendapat penghasilan sejak karantina wilayah diberlakukan pada 25 Maret lalu, satu hari setelah Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan langkah itu. Dengan situasi jalanan yang sangat sepi, karena kebanyakan orang bisa tinggal di rumah, bahkan jika orang yang tidak memiliki rumah harus mengemis, mereka tidak akan mendapat sepeserpun.

Sebagian dari mereka ada yang berpindah-pindah tempat meskipun tidak ada lokasi yang dituju, beberapa beruntung dalam menemukan tempat pengungsian sehingga dapat tidur berjajar bersama yang lain. Bagaimanapun, pemerintah menyebut karantina wilayah diperlukan untuk membendung penularan virus corona, seiring dengan kasus yang terus bertambah hingga per 1 April mencapai lebih dari 1.500 kasus infeksi dengan 38 kematian.

Kelompok-kelompok HAM mengkritisi langkah pemerintah yang mereka anggap tidak cukup terencana hingga akhirnya menerapkan karantina wilayah secara total. "Pemerintah tidak bisa menerapkan langkah yang sangat drastis pada populasi seukuran India ini secara tiba-tiba," ungkap direktur eksekutif Jaringan Hak Perumahan dan Tanah, Shivani Chaudhry.

"Di tempat pengungsian, kami menemui hal serius, seperti kekurangan ruang yang cukup dan masalah sanitasi. Jika satu orang di sana terinfeksi, maka akan sangat sulit untuk mengendalikan penyebarannya," kata dia menambahkan.

 

 

sumber : ANTARA/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement