Kamis 02 Apr 2020 01:57 WIB

Buyback Tingkatkan Nilai Pemegang Saham Antam

Antam telah mengalokasikan sebanyak-banyaknya Rp 100 miliar untuk buyback.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Antam telah mengalokasikan sebanyak-banyaknya Rp 100 miliar untuk melakukan buyback.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Antam telah mengalokasikan sebanyak-banyaknya Rp 100 miliar untuk melakukan buyback.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Aneka Tambang Tbk (Antam) akan tetap melakukan pembelian kembali saham meski kondisi perekonomian mengalami perburukan akibat terimbas Covid-19. Kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan mendorong perusahaan membeli saham yang beredar di pasar modal. 

"Rencana ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan," ujar SVP Corporate Secretary Kunto Hendrapawoko kepada Republika.co.id, Rabu (1/4). 

Baca Juga

Dalam melakukan buyback saham, Kunto memastikan Antam senantiasa mengedepankan pertimbangan-pertimbangan yang cermat. Selain itu, perusahaan turut memperhatikan perkembangan pasar dan outlook industri.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Antam berencana membeli kembali saham pada periode 17 Maret 2020 hingga 16 Juni 2020. Antam menunjuk PT Mandiri Sekuritas sebagai broker transaksi pembelian kembali saham. 

Antam telah mengalokasikan sebanyak-banyaknya Rp 100 miliar untuk melakukan aksi korporasi tersebut. Jumlah itu sudah termasuk biaya pembelian kembali saham, komisi pedagang perantara serta biaya lain berkaitan dengan aksi buyback. 

Pada hari ini, saham Antam ditutup melemah 3,11 persen ke level Rp 436 per saham. Secara year to date, saham Antam bahkan sudah terkoreksi cukup dalam. Pada awal tahun, harga saham Antam masih berada dikisaran Rp 900.

Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan tren penurunan saham yang terjadi akhir-akhir ini bukan hanya dipengaruhi katalis dalam negeri. Penurunan lebih disebabkan oleh sentimen global yang sedang memburuk yaitu penyebaran Covid-19 yang semakin meluas dan memicu terjadinya krisis global. 

Investor pun mulai khawatir akan dampak dari sejumlah kebijakan yang dikeluarkan oleh berbagai bank sentral dalam merespons dampak Covid-19 itu. Menurut Lanjar, kebijakan yang dirilis secara agresif justru memicu pasar melakukan aksi jual. 

"Sejumlah kelonggaran yang diberikan ditangkap pasar sebagai sinyal perlambatan ekonomi," kata Lanjar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement