Rabu 01 Apr 2020 18:34 WIB

Kita Semua adalah ODP Covid-19

Dengan berpikir sebagai ODP maka masyarakat harus disiplin menjaga jarak fisik.

Petugas keamanan berjaga di depan Masjid Jami Kebon Jeruk, Jakarta, Ahad (29/3/2020). Sebanyak 183 jamaah Masjid Jami Kebon Jeruk diisolasi di dalam masjid karena berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Foto: ANTARA/rivan awal lingga
Petugas keamanan berjaga di depan Masjid Jami Kebon Jeruk, Jakarta, Ahad (29/3/2020). Sebanyak 183 jamaah Masjid Jami Kebon Jeruk diisolasi di dalam masjid karena berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Idealisa Masyrafina

Semua orang di negara yang terkena dampak wabah Covid-19 termasuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP). Demikian opini dokter spesialis paru Rumah Sakit Persahabatan dr. Andika Chandra Putra, sehingga ia mengimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah.

Baca Juga

"Kita semua ini ODP," kata Andika melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu (1/4).

Di tengah mobilitas masyarakat yang masih terus berlangsung dan tingginya jumlah kasus positif yang terus meningkat, Andika menduga banyak orang yang belum teridentifikasi masih berada di tengah-tengah masyarakat. Pada hari ini, kasus positif Covid-19 bertambah 149 sehingga total ada 1.677 orang yang telah dinyatakan positif Covid-19.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk bersama-sama mengisolasi diri secara mandiri. Selain itu, masyarakat juga aktif memantau kondisi kesehatan masing-masing sebagai upaya untuk membatasi penyebaran virus SARS-COV-2, penyebab penyakit COVID-19.

"Karena kita ini di negara terjangkit, maka kita semua ini ODP. Sehingga perlu pemantauan," kata Andika.

Andika mengimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah jika tidak ada masalah darurat yang mengharuskan mereka keluar rumah. Rumah sakit menjadi, kata Andika menjadi salah tempat keramaian yang harus dihindari untuk sementara.

"Bagi yang kondisi kesehatannya belum begitu gawat atau emergency juga diharapkan sebisa mungkin menghindari rumah sakit, terutama sekali orang-orang yang punya keluhan, misalnya batuk. Jika sudah diperiksa dan kondisinya masih baik, usahakan untuk isolasi mandiri saja," katanya.

"Kecuali kalau dia demam tinggi atau batuknya bertambah sering atau frekuensi napasnya lebih dari 25 kali, itu harus segera ke rumah sakit," katanya lebih lanjut.

Selain untuk menghindari paparan virus, terutama di rumah sakit, dukungan masyarakat untuk tetap di rumah juga membantu tenaga medis untuk menangani orang-orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Ia mengaku saat ini tenaga medis di rumah sakit tempatnya bekerja merasa kewalahan dengan banyaknya pasien yang datang untuk memeriksakan diri.

"Kalau di RS Persahabatan, pasien yang datang di klinik ODP kita itu ada sekitar 150 sehari. Sehingga kalau kondisi pasiennya masih baik, itu akan kita anjurkan untuk isolasi mandiri di rumah," katanya.

Sebelumnya, dokter asal Makassar yang telah dinyatakan positif Covid-19, Idrus Paturusi menyampaikan pesan penting untuk masyarakat Indonesia. Ia menekankan pentingnya pemberlakuan jarak fisik (physical distansing).

Dari atas tempat tidur ruang isolasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin di Makassar,  Idrus menjelaskan pentingnya hal tersebut berdasarkan pengalaman pribadinya. Ia terkena Covid-19 juga karena berjabat tangan dengan salah satu carier Covid-19.

"Kenapa saya bisa kena? Ternyata pada tanggal 13, saya periksa tanggal 24, saya bersalaman dengan seorang teman yang sekarang juga ada di rumah sakit karena positif Covid-19. Saya hanya berjabat tangan dan kemudian terpapar. Jadi di tubuh saya sekarang ini sudah ada virus," ujarnya.

Berbeda dengan kebanyakan pengidap Covid-19 lain, Idrus sama sekali tidak mengalami gejala. Kalau saja dia tidak memeriksakan diri pada tanggal 24 Maret di Lab Universitas Hasanuddin, maka dia tidak akan tahu bahwa dirinya adalah carrier (pembawa virus). Sehingga, karena kita tidak pernah tahu siapa yang sedang dihinggapi Covid-19, langkah menjaga jarak fisik dan sosial diperlukan.

"Hanya dengan berjabat tangan, itu virus sudah pindah. Saya sudah lama men-tracing, baru saya tahu, pada waktu saya tahu, teman saya tersebut juga diopname, maka jarak sangat penting. Apalagi kalau kita bersalaman, apalagi kalau cipika-cipiki, itu sangat berbahaya," jelasnya.

Selain physical distancing, Idrus mengajak agar setiap orang terus meningkatkan daya tahan tubuh. Peningkatan daya tahan tubuh ini sangat penting bagi orang-orang yang masih sehat.

Bagi yang sudah berumur, misalnya, peningkatan daya tahan tubuh tersebut dapat dilakukan dengan berjalan kaki setiap pagi mulai 15-20 menit. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah berjemur di bawah terik matahari sekitar satu jam.

Idrus menyampaikan, sifat virus adalah self limiting disease. Artinya, pengidap virus tersebut akan bisa sembuh sendiri bila daya tahan tubuhnya memang kuat. Maka, selain menjaga jarak, menjaga pola hidup untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada hari-hari ini begitu penting.

Mantan Rektor Universitas Hasanuddin ini mengumpamakan, daya tahan tubuh di dalam diri kita sebagai satpam dan virus sebagai maling. Bila satpam itu kuat, maka maling tersebut gampang ditangkap dan diborgol untuk kemudian dibawa ke pihak kepolisian.

“Tapi kalau satpamnya tidak ada, umur kita sudah tua, satpamnya juga tua, termasuk maling tidak bisa tangkap, dan merajalela di dalam tubuh kita, akhirnya sampai pada situasi yang kita sebut sebagai gagal pernapasan,” katanya.

Gagal pernapasan inilah yang, menurut dokter Idrus, menyebabkan banyak penderita Covid-19 meninggal dunia. Gagal pernapasan ini terjadi karena daya tubuh yang tidak kuat sehingga virus yang masuk dan berkembang biak di dalam paru-paru mengeluarkan sekret kental. Sekret ini menutup saluran pernapasan dan membuat pasien meninggal dunia.

Ia menambahkan, sampai saat ini, belum ada obat untuk COVID-19. Kalau pasien COVID-19 sudah mengalami fase gagal pernapasan, satu-satunya cara adalah menggunakan mesin bantuan pernapasan atau disebut ventilator.

“Sayangnya, di Indonesia, apalagi di daerah-daerah, mesin ini sangat terbatas. Inilah yang membuat rumah sakit akan kewalahan bila ada penderita Covid-19,” katanya.

Lebih agresif

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, pihaknya akan lebih agresif untuk menemukan kasus baru dan mencegah penularan lebih meluas wabah tersebut.

"Komitmen ke depan akan lebih agresif lagi, isolasi lakukan untuk memutus rantai penularan lebih luas di masyarakat," kata Yuri dalam konferensi persnya di gedung Graha BNPB Jakarta, Rabu.

Yuri mengatakan, agar lebih cepat mendeteksi kasus baru Covid-19, pemerintah telah mempersiapkan 360 rumah sakit rujukan, baik dari pemerintah, TNI, Polri, BUMN dan swasta. Selain itu, pemerintah mengerahkan 5.000 petugas kesehatan untuk menyelidiki epidemiologi kontak yang terlibat dengan kasus pasien positif.

Sedikitnya, 4.750 kit rapid test telah didistribusikan ke berbagai daerah sebagai langkah pengecekanawal untuk menemukan kasus positif. Kemudian, 6.500 sampel uji kasus telah dikirim pemerintah ke-34 laboratorium di seluruh Indonesia yang digunakan untuk menguji dan menentukan diagnosis.

"Ini akan memakan energi dan sumber daya manusia yang banyak dan ini akan terus dilakukan," ujar Yuri.

Yuri juga berpesan agar masyarakat semakin taat mengikuti imbauan pemerintah baik pusat maupun daerah terkait physical distancing. Menjaga kebersihan tangan yang terbukti efektif mencegah penyebaran Covid-19 juga sangat penting dilakukan.

Hingga Rabu (4/1) sore tercatat sebanyak 1.677 orang di Indonesia positif Covid-19. Sebanyak 103 orang di antaranya sembuh, sedangkan untuk pasien Covid-19 yang meninggal 157 orang.

photo
Menjaga jarak antarmanusia atau social distancing. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement