Rabu 01 Apr 2020 18:10 WIB

Australia Batasi Penjualan Minuman Beralkohol Saat Lockdown

Warga Australia mulai menimbun minuman beralkohol setelah kebijakan lockdown.

Red: Nur Aini
Minuman beralkohol (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Minuman beralkohol (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pengecer Australia membatasi pembelian minuman beralkohol saat para penimbun mengalihkan perhatian mereka dari kertas toilet dan keperluan rumah tangga lainnya. Warga menimbun minuman keras di tengah karantina wilayah atau lockdown yang meluas untuk memperlambat penyebaran virus corona.

Raksasa supermarket Woolworths Group Ltd, Coles Group Ltd dan lainnya sepakat pekan ini untuk membatasi penjualan untuk setiap pembelanjaan. Hal itu setelah langkah-langkah jarak sosial yang diterapkan pemerintah mengakibatkan lonjakan pembelian minuman beralkohol.

Baca Juga

Langkah-langkah itu menunjukkan bagaimana aksi borong yang dimulai dengan kertas toilet dan beras beralih ke sektor ritel lain. Hal itu terjadi saat orang mengkhawatirkan ketersediaan produk meskipun ada jaminan dari pihak berwenang bahwa pasokan aman.

"Ketidakpastian mengenai dampak pasokan setelah penutupan pub, klub dan restoran pekan lalu menyebabkan beberapa orang membeli di luar kebiasaan," kata Julie Ryan, CEO kelompok industri Retail Drinks Australia yang merekomendasikan langkah tersebut.

"Langkah sementara ini akan memastikan bahwa semua konsumen dapat terus mengakses minuman favorit mereka ketika mereka memutuskan untuk melakukan pembelian."

Di Australia, di mana data pemerintah menunjukkan satu dari enam orang dewasa minum lebih banyak dari rekomendasi harian maksimum, pub dan bar ditutup pekan lalu di bawah aturan karantina wilayah. Karantina dilakukan untuk membatasi jarak sosial dan memperlambat penyebaran penyakit yang telah menginfeksi hampir 5.000 warga Australia dan menyebabkan 21 kematian.

Hal itu menyebabkan beredarnya foto-foto di media sosial yang menunjukkan warga Australia berada di toko-toko minuman keras dengan troli-troli penuh minuman. Hal itu memicu peringatan tentang meningkatnya risiko kekerasan dan penyakit terkait alkohol.

Pada pekan hingga 27 Maret, pengeluaran warga Australia di toko-toko minuman keras naik 86 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menurut Commonwealth Bank of Australia. Bahkan dengan memperhitungkan penutupan pub, bar dan restoran, pengeluaran alkohol melonjak 34 persen.

Penjatahan baru ini tidak di bawah standar kebanyakan orang: setiap orang dapat membeli setiap hari hingga dua kotak yang berisi masing-masing 24 kaleng bir atau minuman pra-campuran, satu kotak yang berisi 12 botol wine, atau dua botol minuman keras, dengan batas dua jenis kategori.

Batasan tersebut tidak berlaku di negara bagian Australia Barat, di mana pemerintah memberlakukan batasannya sendiri untuk pembelian alkohol. Hal itu dengan alasan masalah kesehatan dan harapan untuk mengekang kekerasan yang dipicu alkohol.

"Orang-orang berada di bawah banyak tekanan, dengan kekhawatiran tentang penyakit, dampak keuangan dan isolasi sosial," kata Caterina Giorgi, CEO kelompok kebijakan Foundation for Alcohol Research and Education.

"Banyak orang berisiko lebih tinggi mengonsumsi alkohol dengan tidak terkendali, dengan efek negatif pada kesehatan mereka sendiri dan kadang-kadang keselamatan orang-orang di sekitar mereka."

Penimbunan telah bergerak melampaui bahan makanan di pengecer. Rak-rak alat tulis kantor, milik Wesfarmers Ltd, telah kosong di tengah desakan orang untuk bekerja dari rumah. Toko bibit juga kehabisan bibit tanaman yang dapat dimakan seperti tomat dan kentang saat warga bersiap menghadapi kekurangan pasokan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement