Rabu 01 Apr 2020 00:40 WIB

Yusril Nilai Pasal-Pasal Darurat Sipil tak Relavan

Pemerintah harus berpikir ulang mewacanakan darurat sipil ini.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, pasal-pasal dalam Perpu nomor 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil, itu tidak relevan dengan upaya untuk melawan merebaknya wabah virus corona. Pengaturannya hanya efektif untuk mengatasi pemberontakan dan kerusuhan, bukan mengatasi wabah yang mengancam jiwa setiap orang.

"Satu-satunya pasal yang relevan adalah pasal yang berkaitan dengan kewenangan penguasa Darurat Sipil untuk membatasi orang ke luar rumah. Ketentuan lain seperti melakukan razia dan penggeledahan hanya relevan dengan pemberontakan dan kerusuhan," ujar Yusril dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Selasa (31/3).

Begitu juga, lanjut Yusril, pembatasan penggunaan alat-alat komunikasi yang biasa digunakan sebagai alat untuk propaganda kerusuhan dan pemberontakan juga tidak relevan. Dalam Perpu ini keramaian-keramaian masih diperbolehkan sepanjang ada izin dari Penguasa Darurat. Bahkan ada pasal yang kontra produktif karena Penguasa Darurat tidak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan termasuk pengajian-pengajian. 

Yusril menyebut, aturan-aturan seperti ini tidak relevan untuk menghadapi wabah Corona. Lebih daripada itu, Darurat Sipil terkesan repressif.

Militer memainkan peran sangat penting kendalikan keadaan. Menurutnya, yang dibutuhkan adalah ketegasan dan persiapan matang melawan wabah ini untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Maka, ia meminta, agar Pemerintah harus berpikir ulang mewacanakan darurat sipil ini.

"Saya pernah gunakan pasal-pasal Darurat Sipil itu untuk atasi kerusuhan di Ambon tahun 2000. Presiden Gus Dur akhirnya setuju nyatakan Darurat Sipil dan minta saya mengumumkannya di Istana Merdeka," ungkap Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut.

Memang, kata Yusril, Darurat Sipil mampu meredam kerusuhan bernuansa etnik dan agama itu. Tentunya banyak kritik kepada dirinya sebagai Menteri Kehakiman saat itu, tapi ia mengaku bertanggungjawab atas keputusan tersebut.

Namun, baginya, kerusuhan Ambon jelas beda dengan wabah Corona. Ia berharap Indonesia mampu mengambil langkah yang tepat di tengah situasi yang sulit sekarang ini. 

"Keadaan memang sulit, tapi kita, terutama para pemimpin jangan sampai kehilangan kejernihan berpikir menghadapi situasi. Tetaplah tegar dan jernih dalam merumuskan kebijakan dan mengambil langkah serta tindakan," tandas Yusril. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement