Selasa 31 Mar 2020 19:57 WIB

Kapolri Minta Maaf Polisi Bubarkan Warga dengan Membentak

Apapun alasannya, tindakan tersebut tidak benar.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kanan) didampingi Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (kiri).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kanan) didampingi Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Idham Azis meminta maaf atas perlakuan anggotanya yang membentak-bentak warga saat melakukan pembubaran dalam rangka minimalisasi penularan Corvid-19. Idham mengucapkan permintaan maafnya saat rapat daring bersama Komisi III DPR RI, Selasa (31/3).

"Saya mohon maaf kalau di beberapa tempat ada anggota saya yang sedikit agak berbicara kasar dalam rangka membubarkan masyarakat," kata Idham, Selasa (31/3).

Idham mengatakan, anggotanya bisa saja melakukan pembubaran dengan cara yang kurang persuasif karena sudah mengalami kelelahan. Namun, Idham menegaskan, apapun alasannya, tindakan tersebut tidak benar.

"Mungkin karena dia capek atau apa, tapi itu tidak ada alasan bagi kita sebagai institusi Polri untuk membenarkan hal yang tidak benar," ujar Idham.

Idham pun meminta para pimpinan kepolisian di daerah agar mengingatkan para anggotanya untuk tetap mengedepankan pendekatan humanis dalam menghadapi masyarakat. Terutama, terkait pembubaran kegiatan berkumpul demi mengantisipasi masalah Covid-19 ini.

"Kewajiban moral saya bersama seluruh senior di Polri dan para Kapolda dalam meluruskan anak kita di lapangan supaya tetap melaksanakan secara persuasif dan humanis," ujar Idham.

Jenderal bintang empat ini juga mengingatkan, pendekatan humanis dan persuasif ini telah tertuang dalam Maklumat Kapolri yamg ia keluarkan beberapa waktu lalu terkait penanganan Covid-19 ini. Sehingga, seluruh anggota kepolisian wajib menjalankannya.

Polri sebelumnya telah mengeluarkan Maklumat Kapolri bernomor Mak/2/III/2020 pada 19 Maret 2020. Idham Azis meminta agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang atau massa dalam jumlah besar.

Kegiatan yang dimaksud dapat berupa pertemuan sosial, budaya dan keagamaan seperti seminar, lokakarya, sarasehan, konser musik pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsionis keluarga, olahraga, kesenian dan jasa hiburan.

Atas dasar itu, Polri tak segan menindak secara hukum kepada masyarakat yang menolak dibubarkan saat berkumlil. Pembubaran itu berlandaskan Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 214 KUHP, Pasal 126 ayat (1) KUHP, dan Pasal 128 KUHP.

Bila masyarakat menolak atau melawan aparat, Polri mengancam bakal menjerat dengan pasal pidana. Ancaman hukumannya mulai dari empat bulan hingga tujuh tahun bagi mereka yang menolak dengan kekerasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement