Rabu 01 Apr 2020 01:07 WIB

Peneliti Kembangkan Alat Pemantau Paru-Paru Pasien Covid-19

Alat ini bisa memprediksi risiko ARDS pada pasien Covid-19 dengan akurasi 80 persen

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nidia Zuraya
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona .
Foto: Xiao Yijiu/Xinhua via AP
Seorang perawat memeriksa kondisi pasien corona .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti di Amerika Serikat (AS) dan China mengembangkan alat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dapat secara akurat memprediksi pasien yang baru terinfeksi virus corona. Tak hanya itu, alat tersebut juga memprediksi dampak virus corona pada organ paru-paru dengan kondisi parah.

“Algoritma dibuat untuk membantu dokter dalam menentukan pilihan prioritas perawatan (terhadap pasien),” kata seorang dokter dan profesor di Sekolah Kedokteran Grossman di Universitas New York (NYU), Megan Coffee yang ikut menulis makalah tentang temuan tersebut dalam jurnal Computers, Materials & Continua.

Baca Juga

Dilansir di Aljazirah pada Senin (30/3), alat itu dapat menemukan beberapa indikator mengejutkan mendekati prediksi akurat terhadap pasien yang memiliki sindrom penyakit pernapasan akut (ARDS). Pada pasien Covid-19, komplikasi yang parah membuat organ paru-paru berisi cairan. Kondisi tersebut menjadi pemicu kematian pada pasien Covid-19 hingga 50 persen.

Tim menerapkan algoritma pembelajaran mesin untuk data dari 53 pasien virus corona di dua rumah sakit di Wenzhou, China. Hasilnya, menunjukkan kondisi perubahan dalam tiga fitur, yakni tingkat enzim hati alanine aminotransferase (ALT), melaporkan sakit tubuh, dan kadar hemoglobin merupakan prediksi akurat dari penyakit berat berikutnya.

Dengan menggunakan informasi itu bersama dengan faktor-faktor lain, alat tersebut dapat memprediksi risiko ARDS dengan akurasi hingga 80 persen.

Sebaliknya, karakteristik yang dianggap sebagai keunggulan Covid-19, seperti pola gambar paru-paru yang disebut ground-glass opacity, demam, dan respons imun, ternyata tidak berguna dalam memprediksi pasien yang memiliki gejala ringan. Usia maupun jenis kelamin, bukanlah prediktor yang berguna.

Meskipun, penelitian lain menemukan bahwa pria berusia di atas 60 tahun berisiko lebih tinggi terinfeksi Covid-19. “Sangat menarik, karena banyak titik data yang digunakan mesin untuk mempengaruhi keputusannya berbeda dari apa yang biasanya dilihat seorang dokter," ujar Coffee.

Menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam pengaturan medis bukan konsep baru. Misalnya, AI banyak membantu dokter kulit memprediksi apakah kanker kulit akan berkembang di tubuh suatu pasien?

Yang membuat peralatan AI untuk prediksi Covid-19 berbeda, karena, saat ini, dokter sedang belajar tentang virus tersebut. Dengan itu, alat tersebut dapat mengarahkan dokter pada pembelajaran yang tepat.

“Selain itu, alat tersebut juga dapat membantu dokter memutuskan pasien mana yang perlu menjadi fokus, padahal rumah sakit sedang kewalahan,” kata penulis lainnya yang berprofesi sebagai profesor Ilmu Komputer di NYU, Anasse  Bari.

Tim sedang berupaya menyempurnakan alat itu dengan data dari New York. Tim menargetkan alat tersebut siap digunakan pada April mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement