Selasa 31 Mar 2020 10:00 WIB

Status Kewajiban Rekomendasi Impor Bawang Perlu Dipertegas

Kepastian status rekomendasi impor berkaitan dengan kelancaran proses impor.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Para importir bawang yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) meminta Kementerian Pertanian untuk tegas soal status kewajiban Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk importasi bawang putih. Kepastian itu diperlukan karena berkaitan dengan kelancaran proses importasi dari China.
Foto: istimewa
Para importir bawang yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) meminta Kementerian Pertanian untuk tegas soal status kewajiban Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk importasi bawang putih. Kepastian itu diperlukan karena berkaitan dengan kelancaran proses importasi dari China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para importir bawang yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) meminta Kementerian Pertanian untuk tegas soal status kewajiban Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk importasi bawang putih. Kepastian itu diperlukan karena berkaitan dengan kelancaran proses importasi dari China.

Ketua Umum PPBN, Iwan Dwi Laksono, mengatakan, hingga saat ini belum ada pernyataan jelas dan tegas dari Kementerian Pertanian terkait apakah importasi bawang putih harus menggunakan RIPH atau tidak. Hal itu dinilai menimbulkan kebingungan di tengah pelaku usaha.

Baca Juga

"Eksportir China dan pihak pelabuhan meminta kepada importir untuk menunjukkan pernyataan resmi Kementerian Pertanian tentang importasi bawang putih harus menggunakan RIPH atau tanpa RIPH," kata Iwan dalam Siaran Pers diterima Republika.co.id, Senin (30/3).

Ia mengatakan, pada dasarnya PPBN mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dengan atau tanpa RIPH bawang putih. Namun, untuk mewujudkan swasembada bawang putih, PPBN tetap berharap agar tidak dibebakan kepada pelaku usaha seperti kebijakan wajib tanam yang saat ini berlaku.

 

Pihaknya tetap mengusulkan agar kewajiban itu diganti dengan skema post tarif, yakni importir dibebankan biaya tambahan dalam melakukan importasi bawang putih. Hasil dari biaya tambahan itu bisa digunakan untuk keperluan pemberdayaan petani bawang putih di dalam negeri.

"PPBN meminta semua pihak, baik kementerian, asosiasi, atau perkumpulan pengusaha tidak lagi berdebat tentang teknis importasi," katanya.

Ia berharap, semua pihak mengedepankan kebutuhan bawang putih di dalam negeri agar segera terpenuhi dengan harga murah dan terjangkau. "Itulah prinsip yang harus oleh kita semua dilakukan dalam situasi saat ini," ujarnya.

Lebih lanjut, pihaknya pun menegaskan bahwa PPBN akan mendukung semua kebijakan pemerintah. PPBN juga tidak pernah meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpor untuk mundur dari jabatannya seperti kabar yang beredar. Menurut dia, situasi yang tidak kondusif sengaja dibuat oleh mafia pangan untuk mengambil keuntungan tersendiri.

Pada awal bulan ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan kebijakan untuk membebaskan sementara Surat Persetujuan Impor (SPI) serta Laporan Surveyor (LS) bagi komoditas bawang hingga 31 Mei 2020. Dengan kebijakan itu, menurut Kemendag, semestinya  RIPH dari Kementan juga ditiadakan. Sebab pada dasarnya RIPH merupakan syarat administrasi untuk memperoleh SPI dari Kemendag.

Merespons itu, Kementerian Pertanian menyatakan tetap akan melakukan pencatatan bagi importir bawang yang sudah mendatangkan pasokan dari luar negeri, baik yang sudah maupun belum mengantongi RIPH. Pencatatan akan dilakukan langsung oleh petugas Badan Karantina Pertanian yang berjaga di pelabuhan. Dari pencatatan itu, akan dijadikan evaluasi bersama lintas kementerian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement