Senin 30 Mar 2020 20:56 WIB

Lembaga Fatwa Lebanon Kutuk Buku Kontroversial Soal Nabi SAW

Buku kontroversial diunggah anggota parlemen non-Muslim.

Rep: Febryan A/ Red: Nashih Nashrullah
Buku kontroversial di Lebanon mendapat protes dari Lembaga Fatwa setempat. Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: republika
Buku kontroversial di Lebanon mendapat protes dari Lembaga Fatwa setempat. Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Otoritas tertinggi Islam Sunni di Lebanon, Dar el-Fatwa, mengutuk keras May Khoreiche, seorang anggota parlemen, lantaran mengunggah sebuah artikel yang membahas Nabi Muhammad. Setelah ketegangan muncul antara Dar el-Fatwa dan partainya, Free Patriotic Current (CPL), Khorieche akhirnya mencabut unggahannya dan meminta maaf. 

Ketegangan itu bermula lewat unggahan Khoroiche di Twitter pada 26 Maret lalu. Dia diketahui sedang mengampanyekan gerakan "One day, a book" guna mengisi waktu luang selama negaranya di-lockdown karena penyebaran Covid-19. Dia mencuitkan foto sampul buku yang sedang dibacanya, yakni The Last Days of Muhammad.

Baca Juga

The Last Days of Muhammad atau secara sederhana bisa diartikan Hari-hari terakhir Muhammad adalah karya Hela Ouardi, seorang profesor di Tunisia. Buku itu dipublikasikan penerbit Albin Michel.

Buku tersebut merupakan esai sejarah yang membahas sejumlah ketidakpastian terkait kematian Muhammad SAW. Dalam pengantar buku itu, Albin Michel menyatakan bahwa Hela Ouardi "mengeksplorasi dan membandingkan sumber-sumber tertua Sunni dan Syiah" dan menambahkan bahwa "yang terakhir mengungkapkan wajah lain dari nabi: seorang pria yang diancam dari semua sisi, dilemahkan persaingan internal dan musuh yang muncul sebagai hasil penaklukannya." 

Lebih lanjut, Albin Michel menulis bahwa buku itu adalah "rekonstruksi kronologis yang tidak dipublikasikan", yang menentang "potret ideologis seorang manusia, (lalu buku ini berupaya) memulihkan historisitas dan dimensi tragisnya." 

Alhasil, Dar el-Fatwa mengutuk May Khoroiche lantaran mempublikasikan secara terbuka buku kontroversial tersebut. Lewat pernyataan sikapnya, otoritas tertinggi Sunni di Lebanon itu mengklaim bahwa tindakan Khoroiche membahayakan perdamaian dan koeksistensi sipil. 

Melansir Asia News, Senin (30/3), Der el-Fatwa menuntut pihak berwenang untuk "mengakhiri pengaturan penghujatan yang melanggar ketentuan Konstitusi Lebanon itu." Mereka juga menuntut permintaan maaf secara resmi demi "menangkal potensi pemberontakan". 

Pada saat yang sama, sekelompok pengacara mengirim catatan informasi ke Mahkamah Agung. Mereka meminta Khoroiche ditangkap lantaran melakukan hasutan kebencian dengan mengolok-olok sesuatu yang suci.

Mantan sekretaris jenderal lembaga Islam Syekh  Mohammad Nokkari juga ikut menanggapi kejadian ini. Dia mengatakan bahwa "menghormati kebebasan berpikir dan berekspresi adalah satu hal; mendorong pembacaan karya-karya provokatif untuk sebagian besar masyarakat adalah sesuatu yang lain".  

Lebih lanjut dia meminta May Khoreiche mundur dari jabatannya, "terutama karena ia menempati posisi penting di dalam partai politiknya". 

May Khoroiche diketahui menjabat sebagai wakil presiden Free Patriotic Current (CPL) untuk urusan politik. 

Setelah dikritik bertubi-tubi, Khoreiche pun akhirnya memberikan tanggapan kepada Dar el-Fatwa bahwa dirinya tidak sama sekali berniat merusak citra nabi dan tidak pula mengiklankan buku tersebut. 

Politisi perempuan itu bahkan mengaku tumbuh dengan menghormati keberagaman agama di Lebanon. 

"Sebagai bukti kebaikan imanku, saya menarik cuitan saya, dengan harapan bahwa hal ini cukup untuk mengakhiri kontroversi yang tentu saja saya tidak pernah ingin memprovokasi. Dengan jaminan rasa hormat saya untuk semua, dalam kerangka kerja umum penghargaan terhadap kebebasan publik dan keragaman yang ada dalam masyarakat Lebanon," kata Khoreiche.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement