Selasa 31 Mar 2020 00:15 WIB

Asosiasi Petani: Harga Baru Acuan Gabah Sudah Sesuai Tren

Pemerintah menaikkan harga acuan sekitar 13-14 persen dari acuan sebelumnya.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Peneliti ekstrak melinjo dari jepang Prof Mitsuhiro Watanabe (kiri) dan Ketua Umum.KTNA Pusat Winarno Tohir.(kanan).
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Peneliti ekstrak melinjo dari jepang Prof Mitsuhiro Watanabe (kiri) dan Ketua Umum.KTNA Pusat Winarno Tohir.(kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menilai, kebijakan pemerintah memperbarui harga acuan gabah sudah sesuai dengan tren harga saat ini. Ketua KTNA, Winarno Tohir menuturkan, penyesuaian harga itu akan memberikan sinyal yang positif bagi perdagangan gabah ke depan.

"Harga itu sebetulnya tidak naik, tapi disesuaikan dengan tingkat inflasi saat ini. Ya, sudah pas dengan harga break event point," kata Winarno saat dihubungi Republika.co.id, Senin (30/3).

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah atau beras menaikkan harga acuan sekitar 13-14 persen dari acuan sebelumnya.

HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik dari Rp 3.700 per kg menjadi Rp 4.200 per kg sedangkan di tingkat penggilingan naik dari Rp 3.750 per kg menjadi Rp 4.250 per kg.

 

Sementara HPP Gabah Kering Giling (GKG) juga dinaikkan. Di tingkat penggilingan naik dari Rp 4.200 per kg menjadi Rp 4.250 per kg sedangkan di gudang Perum Bulog naik dari Rp 4.250 per kg menjadi Rp 5.300 per kg. Adapun untuk HPP beras di gudang Bulog juga dinaikkan dari Rp 7.300 menjadi Rp 8.300 per kg.

Winarno menilai, bagi petani harga baru tersebut tidak terasa seperti kenaikan harga. Sebab, nilainya sama seperti harga acuan sebelumnya sejak baru diterapkan pada 2015 lalu. Namun, jauh lebih baik karena harga sudah sesuai dengan tren harga pasar.

HPP tersebut setidaknya akan menjadi harga terendah gabah bagi pasar dan diharapkan harga gabah pasaran akan lebih tinggi dan memberikan keuntungan bagi petani. "Walaupun harga baru itu masih di sekitaran break event point, tapi ya sudah relatih jauh lebih bagus," ujarnya.

Pihaknya pun mengingatkan, agar pemerintah mengawal aturan baru tersebut. Perlu ada konsistensi untuk menjaga harga komoditas sesuai regulasi untuk menumbuhkan semangat petani. Bulog sebagai BUMN Pangan diharapkan bisa mengawal harga baru itu dan memberikan dampak yang positif bagi iklim usaha padi.

Dikatakan Winarno, agar nantinya Bulog dapat lebih optimal dalam melakukan penyerapan gabah, KTNA mengusulkan agar program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bisa ditangani langsung oleh Bulog selaku pemasok komoditas beras. Selama ini, sistem BPNT yang menerapkan pasar bebas memperbolehkan produsen beras swasta untuk bisa menjadi pemasok.

Padahal sebelumnya, dalam program Beras Sejahtera sebelum BPNT berlaku, Bulog menjadi pemasok tunggal. Perubahan kebijakan itu membuat Bulog kesulitan memasarkan berasnya sehingga pasokan menumpuk di gudang. Hal itu lantas berimbas pada kemampuan Bulog dalam menyerap gabah petani yang disesuaikan dengan kapasitas gudang.

"Kita sudah sarankan agar tanggung jawab BPNT diserahkan ke Bulog. Ini kan awalnya masalah kualitas beras Bulog yang jelek. Jadi harusnya diselesaikan dengan Bulog memperbaiki kualitas berasnya, bukan meniadakan fungsi Bulog," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement