Senin 30 Mar 2020 18:50 WIB

Respon Sapuhi Setelah Siskopatuh Dibatalkan Pengadilan

Setoran awal BPIU paling sedikit Rp 10 juta oleh Kemenag tidak berlaku lagi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ilustrasi Siskopatuh.
Foto: Reiny Dwinanda
Ilustrasi Siskopatuh.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah membatalkan Sistem Informasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) sebagai pedoman pendaftaran umroh. Setelah dinyatakan batal, Kementerian Agama (Kemenag) pemilik Siskopatuh tidak boleh menggunakannya lagi.

Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) menilai Siskopatuh dapat membantu pemerintah mengetahui siapa warga negaranya yang berangkat dan memberangkatkan umroh. 

"Karena keberadaan Siskopatuh ini untuk kepentingan data base di mana pemerintah kita tahu rakyatnya ada di mana dan dalam posisi apa serta asal-asalnya dari mana saja jamaah umroh tersebut," kata Syam saat berbincang dengan Republika, Senin (30/3). 

Menurut Syam, Siskopatuh sebagai pedoman pendaftaran umroh banyak manfaatnya bagi jamaah dan pemerintah untuk mengetahui data jamaah umroh. Selain itu, penyelenggara ibadah umrah (PPIU) juga dapat memberikan masukan kepada pemerintah. "Hanya dengan menginput data di Siskopatuh kita bisa memberikan output," katanya. 

Sebelumnya PPTUN) mengabulkan gugatan 32 anggota Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) yang menggugat Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 323 Tahun 2019 tentang Pedoman Pendaftaran Jemaah Umrah tanggal 18 Juli 2019 (SK 323/Siskopatuh). 

Kuasa Hukum Penggugat Hermanto mengatakan, dengan putusan ini maka proses penyelenggaraan umroh melalui SK 323/Siskopatuh tidak berlaku lagi dan ditunda pelaksanaannya. Sehingga penentuan secara sepihak besaran setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah umrah (BPIU) paling sedikit Rp 10 juta oleh Kemenag tidak berlaku lagi. "Dan sudah sewajarnya biaya setoran awal tergantung pada kesepakatan jamaah dan PPIU," katanya.

Melalui putusan ini juga, penentuan secara sepihak BPIU oleh Kemenag yang menganggap lunas biaya umroh setelah membayar Rp 20 juta juga tidak berlaku lagi. Karena memang masing-masing PPIU memiliki paket umroh yang berbeda-beda sesuai fasilitas yang ditawarkan.

"Seharusnya biaya penyelenggaraan umroh tergantung pada paket dan fasilitas sesuai pilih jamaah yang ditawarkan masing-masing PPIU," katanya.

Putusan ini juga menghapuskan cara pembayaran umroh melalui cicil sebanyak 3 kali pembayaran sampai dengan batas lunas, tidak berlaku. Dan sudah seharusnya kata dia, teknis pelunasan disepakati oleh jamaah dan PPIU bukan diatur Kemenang melalui SK Dirjen 323. "Untuk menentukan teknis pelunasan tidak boleh dibatasi dan diatur Kemenag," katanya.

Herman mengatakan, sejak mempelajari materi gugatan klienya banyak masalah dalam Siskopatuh yang dinilai bertentangan dengan UU dan Asas-Asas Umum Pemerintahan hang Baik. Untuk itu ia yakin gugatan yang diajukan kliennya akan dikabulkan majelis hakim.

Herman berharap, melalui putusan ini, ke depannya Kemenag khususnya Dirjen PHU lebih akomodatif, aspiratif dalam membuat kebijakan. Dan yang terpenting memperhatikan semua hal sehingga dapat merepresentasikan kepentingan semua pihak, terutama jamah khususnya PPIU yang telah memberikan kontribusi kepada pemerintah dapak mengurangi pengangguran.

"Karena bagaimanapun juga stakeholder di lapangan yang menunjang kesuksesakan penyelenggaran Umroh adalah PPIU, oleh karena itu seharusnya semua pihak dapat bersinegi dengan baik," katanya.

Sementara itu Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Dirjen PHU Kemenag Arfi Hatim mengaku menghormati putusan majelis hakim PTUN yang mengabulkan gugatan penggugat. "Tentunya kami menghormati keputusan pengadilan," katanya.

Arfi mengaku, sampai saat ini belum membaca hasil dari putusannya sehingga belum dapat menentukan langkah hukum selanjutnya.  Meski demikia, dia telah menerima informasi terkait putusan ini dari biro hukum sebagai kuasa hukum Kemenag. "Nanti kami pelajari dan kaji dulu putusannya," katanya.

Dihubungi terpisah Ketua Umum Kesthuri Asul Azis Taba mengaku enggan berkomentar atas putusan ini. Saat ini Kesthuri masih konsentrasi dengan pandemi Covid-19 yang berdampak pada penyelenggaraan haji dan umrah. 

"Terima kasih, sementara ini kita konsentrasi dulu di urusan Covid-19, dan menunggu situasi kapan penyelenggaraan umrah dibuka kembali," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement