Senin 30 Mar 2020 12:48 WIB

Mercedes F1 Buat Perangkat Bantu Pernapasan Pasien Covid-19

Badan Pengawas Obat-obatan dan Produk Kesehatan (MHRA) telah memberikan persetujuan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Peralatan untuk merawat pasien Covid-19 (llustrasi).
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Peralatan untuk merawat pasien Covid-19 (llustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Alat bantu pernapasan yang dapat mmenjaga pasien virus corona keluar dari perawatan intensif telah dibuat dalam waktu kurang dari sepekan. Para insinyur University College London bekerja dengan dokter di Rumah Sakit UCLH dan Mercedes Formula One (F1) untuk membangun perangkat, yang mengirimkan oksigen ke paru-paru tanpa memerlukan ventilator.

Dilansir di BBC Internasional, Senin(30/3) disebutkan, perangkat Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) inisudah digunakan di rumah sakit, tetapi persediaannya masih sedikit. Cina dan Italia menggunakannya untuk membantu pasien Covid-19.

Empat puluh perangkat baru telah dikirim ke ULCH dan ke tiga rumah sakit London lainnya.

Jika uji coba berjalan dengan baik, hingga 1.000 mesin CPAP dapat diproduksi per hari oleh Mercedes-AMG-HPP, dimulai dalam waktu seminggu.

Badan Pengawas Obat-obatan dan Produk Kesehatan (MHRA) telah memberikan persetujuan untuk penggunaannya.

Profesor Rebecca Shipley, Direktur UCL Institute of Healthcare Engineering, mengatakan bahwa biasanya pengembangan perangkat medis akan memakan waktu bertahun-tahun.

"Tetapi kami telah melakukannya dalam beberapa hari karena kami kembali ke perangkat yang sederhana yang sudah ada dan "reverse engineering "itu untuk dapat memproduksinya dengan cepat dan dalam skala besar," jelas Shipley.

Reverse engineering berarti mereka membongkar perangkat CPAP yang sudah tidak dipatenkan, disalin dan diperbaiki desainnya dan disesuaikan untuk produksi massal.

Laporan awal dari Lombardy di Italia menunjukkan sekitar 50 persen pasien yang diberikan CPAP telah menghindari perlunya ventilasi mekanik invasif.

Konsultan perawatan kritis UCLH, Profesor Mervyn Singer mengatakan bahwa perangkat ini adalah rumah singgah antara masker oksigen sederhana dan ventilasi mekanik invasif yang mengharuskan pasien untuk dibius.

"Mereka akan membantu menyelamatkan nyawa dengan memastikan bahwa ventilator, sumber daya terbatas, hanya digunakan untuk yang sakit parah." jelasnya.

Cara kerja CPAP yakni mendorong aliran campuran udara oksigen ke dalam mulut dan hidung pasien. Hal ini dilakukan pada tekanan yang berarti paru-paru tetap terbuka, sehingga meningkatkan jumlah oksigen yang masuk.

Ini mengurangi upaya yang diperlukan untuk bernapas, terutama ketika alveoli atau kantung udara di paru-paru telah rusak akibat Covid-19.

Tidak seperti masker sederhana yang dihubungkan dengan suplai oksigen, CPAP memberikan udara dan oksigen di bawah tekanan, jadi perlu ada masker yang membuat segel ketat pada wajah pasien, di atas mulut dan hidung mereka atau tudung transparan di atas kepala mereka.

Ini lebih tidak invasif daripada ventilator, di mana pasien harus sangat dibius dan memasukkan tabung ke saluran napas.

Tetapi menurut Duncan Young, Prof of Intensive Care Medicine, University of Oxford, penggunaan mesin CPAP pada pasien dengan infeksi pernapasan menular agak kontroversial.

"Hal ini karena setiap kebocoran kecil di sekitar masker bisa menyemprotkan tetesan air sekresi untuk mengenai staf medis," jelasnya.

Prof Mervyn Singer mengatakan jika segel ketat dipertahankan pada masker atau memakai penutup kepala, dan staf klinis memiliki peralatan pelindung pribadi yang memadai (APD) maka risiko ini akan diminimalkan.

Lebih dari 2.000 pasien Covid-19 menerima CPAP di bangsal umum di Lombardy.

Selain Mercedes F1, kolaborasi ini juga menyertakan Oxford Optronix, sebuah bisnis kecil yang telah memproduksi monitor oksigen untuk perangkat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement