Ahad 29 Mar 2020 16:50 WIB

Ummu Sulaim, Teguh Ajak Suami ke Dalam Islam

Dia merupakan ibu dari Anas bin Malik, pembantu Rasulullah

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: A.Syalaby
Gurun pasir (ilustrasi)
Foto: .free-extras.
Gurun pasir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram berasal dari Qabilah An Najjar. Ia biasa dipanggil Rumailah, Rumaitsah, Ghumaisah, atau Rumaisha. Ia adalah wanita yang cerdik, setia dan sayang pada suami, serta mendahulukan segala yang baik, dan pintar bergaul.

Ketika mendengar mengenai Islam dan mengetahui bahwa dakwah ini bertujuan untuk meng-Esa-kan Allah, mengajarkan budi pekerti yang baik, dan melepaskan orang dari belenggu penyembahan berhala, Ia pun memilih untuk beriman kepada Allah dan berbai'at untuk mencari ridha Allah.

Diceritakan dalam buku Juru Da'wah Muslimah karya Muhammad Hasan Buraighisy, Ummu Sulaim pada masa jahiliyah dinikahi oleh Malik bin Nadhar, ayah dari Anas bin Malik yang merupakan sahabat dan pembantu Rasulullah SAW.

Keimanan Ummu Sulaim bukan sekadar lisan.  Keislamannya didukung dengan pemahaman akan tuntutan Islam, seperti akhlak yang harus ditaati, tanggung jawab, dan amanah yang harus disampaikan kepada orang yang bersangkutan. Setelah menyatakan keimanannya. Ummu Sulaim seakan berubah menjadi insan yang baru.

 

Kepada sang suami, Ummu Sulaim pun menawarkan Islam. Namun suaminya menolak bahkan menyebut Ummu Sulaim telah terkena pengaruh Nabi Muhammad. Saat itu Ummu Sulaim hanya menjawab bahwa ia tidak terkena pengaruh Rasulullah. Dia hanya beriman dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad.

Tak berhenti disana, Ummu Sulaim gigih meyakinkan suaminya akan syariat Allah dan membebaskannya dari kesesatan yang ada. Suaminya pun terus menolak untuk mendengar nasihat dari sang istri. Meski begitu, Ummu Sulaim tak menyerah. Ia sadar tengah memikul sebuah tanggung jawab dan memilih untuk bersabar sembari mengikuti perkembangan yang ada.

Ia pun akhirnya mengenalkan peranan dan tanggung jawab Islam kepada sang buah hati, Anas. Ia mengajarkan dua kalimat syahadat kepada sang anak dan ditirukan. Hal ini ternyata diketahui sang suami dan membuat Malik murka. Ia membentak Ummu Sulaim dan menuduh merusak Anas. Namun Ummu Sulaim membantah dan mengatakan, "Saya tidak merusaknya".

Kisah Ummu Sulaim menggambarkan tentang tanggung jawab seorang ibu untuk mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Hal ini ia lakukan tanpa bantuan dari sang suami. Bila sang Ayah ikut membantu, maka hal ini akan lebih baik, namun jika tidak maka sang istri telah menunaikan kewajibannya.

Meski terdapat perbedaan keyakinan antara Ummu Sulaim dengan sang suami, kehidupan pernikahan mereka tetap berjalan harmonis dan baik. Selama sang suami tidak menyuruhnya untuk berbuat munkar dan suatu kejahatan, cinta dan kasih sayang tetap ditunjukkan oleh Ummu Sulaim.

Suatu waktu, suami Ummu Sulaim melakukan pengembaraan ke daerah Syam. Di jalan, ia bertemu dengan sang musuh dan ia pun terbunuh. Ketika berita ini sampai ke telinga Ummu Sulaim ia menerima musibah ini dengan tenang dan sabar. "Pasti, aku tidak akan menghentikan Anas menyusu, hingga susuku meninggalkan Anas hidup sehat. Dan aku tidak akan kawin, kecuali bila Anas menyuruhku," ujarnya kala itu.

Ummu Sulaim tidak pernah mendahulukan perasaan dari kewajibannya. Ia memilih untuk menuntaskan kewajibannya untuk mengurus anak dibandingkan cepat-cepat menikah. Sementara kesempatan untuknya mendapatkan suami masih terbuka karena usianya yang masih muda.

Menjadi tanggung jawab bagi seorang ibu terhadap anak-anaknya untuk mencurahkan rasa kasih sayang, menjaganya dari segala permasalahan, memberi gizi yang baik, dan menghindarkan dari segala penyakit dan wabah. Ummu Sulaim pun tidak lupa untuk menjaga kewajiban, pikiran, aqidah, akhlak, dan tingkah laku.

Ummu Sulaim mengajarkan untuk menanamkan rasa percaya diri dan kepercayaan dalam jiwa anaknya, serta mendidiknya agar berani memikul tanggung jawab. Dengan begitu si anak akan tumbuh dengan aqidah yang kuat, sifat yang baik, dan tubuh yang sehat.

Waktu pun berlalu hingga Anas tumbuh sebaik yang diinginkan ibunya. Hingga ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, Ia menemui Rasul dan mengenalkan Anas. "Ya Rasulullah, ini anakku Anas, siap menjadi pembantumu," ucapnya. Saat itu Anas berusia 10 tahun dan sejak pertemuan itu ia menjadi pembantu Rasul hingga ia wafat.

Singkat cerita, beberapa tahun setelahnya Ummu Sulaim dipersunting Abu Thalhah, seorang yang terpandang di Kota Yatsrib. Namun saat itu kondisi Abu Thalhah adalah seorang yang dalam keadaan musyrik. Ummu Sulaim pun menolak pinangan yang ditawarkan.

Tiga kali mencoba, tiga kali pula pinangan ini ditolak. Hal ini jelas membuat Abu Thalhah berpikir. Hingga akhirnya, Abu Thalhah mantap untuk beriman, dan hatinya terbuka untuk menerima ajaran Allah SWT. Mendengar hal ini, Ummu Sulaim pun luluh dan menerima pinangan Abu Thalhah. Mahar yang diterima Ummu Sulaim adalah mahar termahal, yaitu Islamnya Abu Thalhah. Dan atas usahanya mengenalkan Islam pada Abu Thalhah, Ummu Sulaim pun mendapat pahala dan nikmat dari sisi Allah. 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement