Ahad 29 Mar 2020 12:39 WIB

Ada Beda Pemahaman Lockdown yang Dipakai Warga Sleman

Masyarakat Kabupaten Sleman memakai istilah itu cuma karena sedang populer.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Bupati Sleman, Sri Purnomo.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dusun, desa dan padukuhan di Kabupaten Sleman melakukan pembatasan akses menuju kampung mereka. Menulis lockdown di gapura-gapura, istilah ini banyak salah dipahami karena postingan media sosial tanpa penjelasan cukup.

Beberapa postingan yang memberikan bumbu-bumbu tambahan dalam penjelasaan, menambah salah paham banyak orang tentang penggunaan istilah itu oleh warga di Kabupaten Sleman. Padahal, bukan itu yang dimaksud sebagian besar warga.

Dari segi bahasa istilah lockdown secara sederhana memang dipahami sebagai tindakan karantina. Istilah ini populer beberapa bulan terakhir karena jadi kebijakan negara-negara yang terjangkit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Tapi, masyarakat Kabupaten Sleman memakai istilah itu cuma karena sedang populer dan agar mudah dipahami ada penutupan jalan menuju satu kampung. Artinya, ada pengarusutamaan akses yang difokuskan ke satu pintu saja.

Tujuannya, warga lebih mudah melakukan pendataan tamu, memudahkan pula jika ingin disemprot disinfektan sebelum masuk. Terlebih, di Kabupaten Sleman untuk menuju satu dusun, desa atau padukuhan memang tersedia banyak akses.

Bupati Sleman, Sri Purnomo, justru memberikan apresiasi terhadap inisiatif warganya tersebut. Sebab, ia berpendapat, itu merupakan satu wujud kesadaran masing-masing dusun, desa atau padukuhan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Bahkan, Sri sendiri sudah mengeluarkan Surat Edaran Bupati Nomor 493/00865 tentang Pemantauan Warga dari Luar DIY dalam rangka Pencegahan Covid-19. Pemudik diminta melapor ke kepala dukuh setempat terkait kedatangan mereka.

Mereka diminta mengisi pendataan mulai dari data diri, alamat, alamat asal, tanggal kedatangan, nomor telfon seluler dan kondisi kesehatan saat ini. Lalu, Sri meminta pemudik yang terlanjur datang melakukan karantina mandiri.

"Karantina mandiri di rumah selama 14 hari dan tidak ke luar rumah bila tidak mendesak," kata Sri, Sabtu (28/3).

Selama karantina mandiri, mereka diminta membiasakan cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun dan menggunakan masker di dalam rumah. Lalu, makan makanan bergizi seimbang dan banyak mengonsumsi buah dan sayur.

Kemudian, minum air putih cukup, minum multivitamin, istirahat cukup dan hindari stres. Poin penting lain pemudik yang ada di Kabupaten Sleman diminta tidak menerima tamu di rumah, minimal selama masa karantina.

Namun, bila selama masa karantina ada keluhan demam, batuk, pilek, atau sesak nafas diminta segara periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Sri turut menegaskan puskesmas tidak diperkenankan mengeluarkan surat sehat.

"Puskesmas tidak berhak mengeluarkan surat keterangan sehat atau bebas corona," ujar Sri.

Terkait lockdown yang dilakukan warga, baik di Kabupaten Sleman maupun di kabupaten/kota lain di DIY, Kepala BPBD DIY, Biwara Yuswantana, turut memberi tanggapan positif. Ia merasa, ini merupakan inisiatif yang baik.

"Saya kira ini kearifan lokal dan sosial DIY yang mempunyai inisiatif untuk melakukan upaya-upaya melindungi warganya dari potensi paparan Covid-19 dengan melakukan langkah-langkah filter," kata Biwara di Pusdalops BPBD DIY. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement