Sabtu 28 Mar 2020 17:30 WIB

Hand Sanitizer Beralkohol, Sucikah Dipakai Sholat?  

Hand sanitizer sering digunakan saat wabah corona.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Hand sanitizer sering digunakan saat wabah corona. Ilustrasi hand sanitizer
Foto: ANTARA /Makna Zaezar
Hand sanitizer sering digunakan saat wabah corona. Ilustrasi hand sanitizer

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Di tengah mewabahnya virus corona saat ini, tim medis menganjurkan senantiasa menjaga kebersihan tangan dalam rangka menghindari penyebaran wabah virus corona. 

Selain air yang digunakan untuk membersihkan tangan, media pembersih tangan lain seperti hand sanitizer yang mengandung alkohol juga dianjurkan digunakan untuk mencuci tangan.  

Baca Juga

Lalu apakah, alkohol yang dijadikan bahan utama hand sanitizer itu sendiri dihukumi najis atau suci? 

Isnan Ansory, dalam bukunya Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit menjelaskan, bahwa kenajisan suatu benda, dapat berakibat pada tidak sahnya shalat seseorang jika tersentuh badan, pakaian dan tempat shalat.

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, apakah alkohol termasuk khamer yang dihukumi najis oleh mayoritas ulama. 

Dan bagi pihak yang mengatakan bahwa alkohol bukanlah khamer tetap menghukuminyadengan hukum asal, yaitu hukum suci selama tidak ditemukan adanya dalil yang menetapkan kenajisannya. 

Adapun jika status alkohol ini diqiyaskan kepada khamar, para ulamapun pada dasarnya berbeda pendapat terkait kenajisan khamar. 

Mayoritas ulama mengatakan, khamar adalah najis, sedangkan sebagian ulama seperti imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hukumnya tidaklah najis.

"Namun terlepas adanya dua ketentuan di atas, dalam situasi darurat pendapat yang mensucikan alkohol lebih dapat mendatangkan maslahat," katanya.

Dengan demikian, kata dia, ada dua ketentuan sebagai berikut yang pertama, hand sanitizer yang beralkohol boleh digunakan untuk beribadah, atas dasar hukumnya yang suci bagi yang mengatakan bahwa alkohol bukanlah khamar.

Hand sanitizer yang beralkohol boleh digunakan untuk beribadah, atas dasar keringanan karena adanya ikhtilaf yang terjadi antara ulama dalam menghukumi kenajisan khamar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement