Jumat 27 Mar 2020 17:13 WIB

Proyeksi Ekonomi DIY Diperkirakan Turun ke 4,5 Persen

Pemda dan BI DIY melalui TPID DIY akan menjaga tingkat inflasi di level rendah.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Hilman Tisnawan.
Foto: Yusuf Assidiq.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Hilman Tisnawan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di DIY pada 2020 akan turun hingga ke angka 4,5 sampai 4,9 persen (yoy). Hal ini dikarenakan dampak dari penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia, khususnya di DIY.

Kepala Perwakilan BI DIY, Hilman Tisnawan mengatakan, wabah pandemi Covid-19 ini sangat berdampak kepada ekonomi dan keuangan di Indonesia, tak terkecuali di DIY. Dalam satu tahun terakhir, kondisi ekonomi cenderung tertekan karena dampak perang dagang dan penurunan harga komoditas global yang masih belum pulih.

Dengan adanya Covid-19 ini, semakin menjadi tambahan akumulasi sentimen negatif terhadap perekonomian dalam negeri. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan turun.

"Apabila Covid-19 ini berakhir 29 Mei 2020 sesuai perkiraan BNPB, BI memerkirakan proyeksi ekonomi nasional 2020 akan terkoreksi menjadi 4,2-4,6 persen. Sejalan dengan itu, ekonomi DIY juga diperkirakan terkoreksi menjadi 4,5-4,9 persen (yoy) dari sebelumnya diperkirakan di level 5,3-5,7 persen," kata Hilman, dalam keterangan resminya, Jumat (27/3). 

Untuk itu, pihaknya memberikan stimulus ekonomi dalam menjaga stabilitas ekonomi DIY. Baik itu stimulus ekonomi kepada masyarakat, pelaku usaha, maupun pasar keuangan.

Hilman menjelaskan, pemerintah telah melakukan percepatan pencairan dana social safety net dalam menjaga daya beli masyarakat. Dalam mendukung stimulus tersebut, Pemda DIY dan BI DIY melalui TPID DIY akan menjaga tingkat inflasi di level rendah dan stabil.

"TPID DIY bersama Satgas Pangan Polda DIY akan memantau pasokan secara intensif agar memastikan tidak adanya penimbunan bahan pokok maupun penjualan komoditas dengan margin berlebih," ujarnya.

Stimulus untuk pelaku usaha, telah disiapkan beberapa paket kebijakan untuk meringankan beban industri. Di sektor pariwisata yang tertekan karena pengurangan jumlah wisatawan, kata Hilman, telah diberikan insentif pembebasan pajak.

"Bagi industri manufaktur, utamanya yang diberikan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) diberikan intensif pengurangan PPh dan PPN. Stimulus untuk keberlangsungan dunia usaha ini penting mencegah peningkatan pengangguran dan kemiskinan," jelasnya.

Sementara itu, stimulus di pasar keuangan dilakukan dengan menjaga kecukupan likuiditas di pasar. Yakni dengan menginjeksi likuiditas hingga Rp 300 triliun (ytd). Selain itu, Giro Wajib Minimum (GWM) bank juga diturunkan. Sehingga, perbankan akan memiliki kecukupan likuiditas.

"Stimulus ini diharapkan perbankan memiliki kelonggaran. Sehingga mampu menjalankan relaksasi pembayaran debitur yang terdampak Covid-19," katanya.

Selain itu, kata Hilman, BI juga terus memastikan stabilitas kurs di tengah outflow aliran modal asing yang keluar mencapai Rp 168,2 triliun (ytd). Bahkan, BI juga akan menjaga agar kurs rupiah berada sesuai fundamental dan mekanisme pasar baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

"Dari perkembangan kurs terkini kami perkirakan stabilitas sistem keuangan korporasi di DIY masih aman. Karena mayoritas korporasi tidak memiliki utang valas," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement