Jumat 27 Mar 2020 15:27 WIB

Tak Terhimpit di Kala Sempit

Meski dalam impitan, kita mesti yakin Allah SWT tak pernah zalim pada hambanya.

 Syekh Ibnu Athaillah dalam “Al-Hikam” berkata.  “Allah melapangkan keadaanmu agar engkau tidak tetap dalam kesempitan.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Syekh Ibnu Athaillah dalam “Al-Hikam” berkata. “Allah melapangkan keadaanmu agar engkau tidak tetap dalam kesempitan.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Hasan Basri Tanjung

Saat ini, masyarakat tengah diimpit kesulitan hidup. Interaksi sosial dikurangi dan mencari nafkah pun dibatasi. Hampir semua lini terkena imbasnya, baik pengusaha, karyawan apalagi pekerja harian.  Sementara, korban terpapar dan meninggal dunia terus bertambah.  Lalu, apa yang harus kita lakukan agar tidak terimpit dalam kesempitan?

Pertama, berupaya menyingkap hikmah di balik kejadian ini. Virus corona adalah makhluk Allah SWT yang dikirimkan ke bumi. Tidak ada suatu kejadian pun yang hampa makna. Juga, Allah tidak menciptakan sesuatu yang sia-sia (QS 3: 190-191). Mungkin saat ini kita belum mampu menyingkap rahasia yang terselip di dalamnya. Namun, dengan perenungan mendalam dengan zikir dan pikir, hikmah itu perlahan akan terungkap. 

Kedua, selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Walaupun berada dalam impitan ekonomi, kesehatan dan pendidikan, namun kita mesti menyakini bahwa Allah SWT tidak pernah zalim kepada hambanya. Setiap musibah yang melanda disebabkan ulah manusia yang  lalai menjalankan perintah dan larut dalam kedurhakaan (QS 10: 44). Oleh karena itu, kita mesti instrospeksi secara kolektif lalu bertobat dan berbenah diri. 

Ketiga, berpikir positif dalam menghadapi masalah (husnudz-dzan) Allah SWT. Mahabaik dan selalu menghendaki kebaikan. Pada setiap kesulitan ada kemudahan selama kita menempuh jalan ketakwaan  (QS 94:5-6, 65:7). Bahkan, pada sesuatu yang tidak disukai boleh jadi terselip kebaikan di dalamnya (QS 2:216). Walaupun dalam kondisi sempit, kita tidak boleh terimpit oleh buruk sangka terhadap Allah SWT (su`udz-dzan). 

Pakar tafsir Prof Quraish Shihab dalam “Tafsir Al-Misbah” menjelaskan, ketika seseorang menghadapi perintah Ilahi yang tidak bisa dielakkan, sedang hal-hal tersebut tidak menyenangkan, maka hendaknya menanamkan rasa optimisme dalam jiwanya dan berkata, bisa jadi di balik ketetapan yang tidak berkenan di hati itu ada sesuatu yang baik.   

Ketika para penguasa dunia mulai pongah, ternyata virus ini membuat mereka tak berdaya. Ketika para ilmuwan mulai angkuh, ternyata mereka disuruh belajar lagi. Ketika para pengusaha mulai sombong, ternyata virus ini merapuhkan bisnisnya. Ketika sekolah diliburkan, maka orang tua disadarkan betapa beratnya tugas seorang guru.  Ketika manusia semakin jauh dari Allah SWT, maka diingatkan bahwa tidak ada tempat berlindung diri selain-Nya (QS 9:59).

InsyaAllah, badai akan berlalu. Sebab, jika Allah menurunkan penyakit, maka Dia yang sediakan obatnya (HR Bukhari).  Syekh Ibnu Athaillah dalam “Al-Hikam” berkata.  “Allah melapangkan keadaanmu agar engkau tidak tetap dalam kesempitan. Dan, Allah menyempitkan keadaanmu agar engkau tidak terus dalam kelapangan. Dia melepaskanmu dari keduanya agar engkau terbebas dari sesuatu selain-Nya”. 

Akhirnya, tiada tempat  kembali selain Allah SWT. Kita ini milik Allah SWT. dan akan kembali juga kepada-Nya  (QS 2: 155-156). Insya Allah, dengan sikap seperti ini, kita tidak akan terhimpit dikala sempit seperti saat ini. Allahu a’lam bish-shawab. 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement