Kamis 26 Mar 2020 23:02 WIB

Kedudukan Suara Muslimah dalam Islam

Tidak ada pandangan tunggal perihal kedudukan suara perempuan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Kedudukan Suara Muslimah dalam Islam. Foto: Jilbab. Ilustrasi
Foto: .
Kedudukan Suara Muslimah dalam Islam. Foto: Jilbab. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita merupakan makhluk ciptaan Allah yang penuh dengan keindahan. Keindahan ini, harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Dalam Islam, aurat seorang perempuan dari ujung kepala hingga ujung kaki kecuali wajah dan telapak tangan.

Dalam pandangan beberapa ulama, tidak ada pandangan tunggal perihal kedudukan suara perempuan. Ulama fikih berbeda pendapat perihal apakah suara perempuan termasuk aurat atau bukan.

Baca Juga

Dalam kitab Al-Fiqhu ‘ala Madzhahibil Arba‘ah yang ditulis Abdurrahman Al-Jaziri, disebut ulama berbeda pendapat perihal suara perempuan. Sebagian ulama mengatakan suara perempuan bukan aurat karena para istri Rasulullah SAW meriwayatkan hadits kepada para sahabat atau tabi’in laki-laki. Sebagian ulama mengatakan bahwa suara perempuan termasuk aurat.

Meski begitu, perempuan ketika berbicara dilarang untuk meninggikan suaranya sekira terdengar oleh laki-laki yang bukan mahram. Pasalnya, suaranya lebih mendekati fitnah daripada suara gemerincing gelang kakinya. Dalam Surat An-Nur ayat 31 Allah berfirman, "Janganlah mereka berjalan dengan mengentakkan kaki agar perhiasan mereka yang tersembunyi dapat diketahui".

Allah melarang laki-laki untuk mendengarkan suara gemerincing gelang kaki perempuan karena itu menunjukkan perhiasan mereka. Keharaman suara perempuan tentu lebih daripada keharaman (mendengarkan) suara gemerincing perhiasannya.

Karena alasan tersebut, ahli fiqih memakruhkan azan perempuan karena azan membutuhkan suara yang keras. Sementara perempuan dilarang mengeraskan suaranya. Atas dasar ini, perempuan diharamkan bernyanyi dengan suara keras bila terdengar oleh laki-laki bukan mahram, sama saja nyanyi diiringi alat musik atau tidak diiringi.

"Keharaman itu bertambah bila nyanyian perempuan itu mengandung unsur yang dapat mengobarkan syahwat seperti menyebut cinta, rindu dendam, deskrispsi perempuan, mengajak pada maksiat, dan lain sebagainya,” tulis Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab tersebut.

Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh menulis bahwa suara perempuan menurut mayoritas ulama bukan aurat karena para sahabat mendengarkan para istri Rasulullah SAW untuk memahami hukum agama. Tetapi (laki-laki) diharamkan mendengarkan suara perempuan dengan merdu dan lagu meskipun hanya membaca Al-Quran karena khawatir fitnah. Ulama Hanafiyah mengungkapkan, suara perempuan bukan aurat.

Mayoritas ulama memandang suara perempuan tidak termasuk sebagai aurat. Namun jika suara yang dikeluarkan dapat menimbulkan hal-hal buruk atau mudharat, dibuat mendayu-dayu, maka suara perempuan menjadi haram untuk didengar banyak orang. Keharaman mendengarkan suara perempuan dalam bentuk apapun baik itu tadarus, tilawah, nyanyian, atau sendandung, terletak pada kemunculan fitnah.

Dalam QS Al Ahzab ayat 32, Allah SWT berfirman, "Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya."

Ayat ini diturunkan untuk memperingatkan umat muslim, khususnya perempuan agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara. Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Maka dari itu, lebih baik muslimah berbicaralah seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahrom.

Imam Ibnu Katsir menyebut maksud dari ayat di atas adalah seorang perempuan ketika berbicara dengan laki-laki asing yang bukan mahramnya dengan sebuah pembicaraan, maka pembicaraannya jangan sampai didalamnya ada tarkhim. Tarkhim adalah pembicaraan yang mana seorang wanita berbicara dengan suaminya penuh dengan kelembutan, bermanja-manja, dan kasih sayang.

Hal seperti ini tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan yang berbicara dengan laki-laki bukan mahramnya. Cara seperti ini menjadi salah satu kiat Islam menjaga agar jangan sampai terjadi hilangnya kesucian, jatuhnya kehormatan, disebabkan karena terlalu melemah-lembutkan perkataan di tengah-tengah umat muslim. Fitnah yang dikhawatirkan muncul dari pembicaraan antara dua umat muslim yang bukan muhrim melahirkan keharaman, bukan karena mendengarkan suara perempuan tersebut.

Dalam HR Muslim disebut Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidaklah ada fitnah sepeninggalanku yang lebih besar bahayanya bagi laki-laki selain fitnah wanita. Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah disebabkan oleh wanita."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement