Kamis 26 Mar 2020 21:36 WIB

Menjaga Aurat Muslimah Saat Berenang

Muslimah juga banyak yang menyukai berenang.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Menjaga Aurat Muslimah Saat Berenang. Foto: Wanita berenang menggunakan burkini.
Foto: EPA
Menjaga Aurat Muslimah Saat Berenang. Foto: Wanita berenang menggunakan burkini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Renang adalah salah satu aktifitas yang digemari oleh banyak orang. Berenang menjadi kegiatan asik yang selain menyehatkan badan juga melepaskan stres.

Olahraga air ini tidak hanya diminati laki-laki tapi juga perempuan. Namun bagi perempuan yang ingin berenang, perlu berhati-hati agar kegiatan yang penuh manfaat ini tidak menimbulkan dosa.

Baca Juga

Rasulullah SAW pernah melarang perempuan untuk mandi di tempat pemandian umum. Dalam HR Tirmidzi Beliau bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia memasukkan istrinya ke dalam hammaam (tempat pemandian umum)."

Beliau juga dalam HR Abu Dawud pernah bersabda tentang hukum seorang wanita yang melepaskan pakaiannya selain di rumah suaminya. Dalam hadits itu Nabi berkata, "Wanita mana yang melepaskan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka dia telah merusak hubungan antara dirinya dengan Allah."

Hadits-hadits ini turun karena pada zaman Nabi belum muncul kamar mandi khusus yang berada di tiap-tiap rumah. Rata-rata masyarakat mandi di hammaam karena posisinya yang dekat dengan sumur sehingga mudah mengambil air.

Tempat pemandian umum ini memang tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan, namun masih memungkinkan muncul fitnah karena aurat yang terlihat. Karena alasan ini lah Nabi Muhammad kemudian melarang perempuan mandi di hammaam. Dalam HR Muslim Nabi bersabda, "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain."

Syeikh Abdul Muhsin Al-‘Abbaad hafidzahullah dalam Syarh Sunan Abi Dawud Kitab Al-Hammaam berkata tidak mengapa para perempuan berenang bersama perempuan-perempuan lain selama mereka dalam keadaan tertutup dengan pakaian mereka. Selain itu, kolam renang yang digunakan harus aman dari pandangan laki-laki, kamera, dan hal-hal yang dikhawatirkan terjadi yang tidak diinginkan. Ia menyebut dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah bahwa menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan mashlahat.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu dalam Majallah Al-Buhuuts Al-Islaamiyyah menyebut keluarnya seorang wanita dari apa yang sudah digariskan bagi mereka di dalam agama akan menyebabkan kerusakan bagi dirinya dan orang lain. Pernyataan ini mengacu pada firman Allah yang meminta perempuan untuk tetap berada di rumah dan tidak berhias seperti orang jahiliyah zaman dahulu yang tertulis dalam QS Al-Ahzab 33.

"Seorang wanita apabila dia belajar berenang di rumahnya maka tidak ada yang melarangnya, namun apabila dia keluar rumah ke tempat-tempat latihan berenang dengan sifat di atas dan dengan pakaian yang tidak menutup auratnya maka yang demikian itu menyelisihi syari’at, dan kewajiban para wali adalah bertaqwa kepada Allah di dalam urusan anak-anak wanita mereka, dan menjaga amanat tersebut, Allahlah yang akan menanyai mereka kelak," tulis Syeikh Abdul Aziz.

Adapun batas aurat seorang perempuan dihadapan wanita lain adalah antara pusar dan lutut. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Majmu’ Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimiin menyebut, "Para fuqaha kita rahimahumullah menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita melihat seluruh badan wanita lain kecuali bagian antara pusar dan lutut."

Mereka mengqiyaskan aurat wanita dihadapan wanita dengan aurat laki-laki di hadapan laki-laki, dan yang mengumpulkan antara keduanya adalah persamaan jenis kelamin. Meski demikian, sebagian ulama lain mengatakan aurat wanita di depan wanita sama dengan auratnya di depan mahram yaitu semua badannya kecuali tempat perhiasan yang nampak seperti kepala, telinga, leher, dada bagian atas, pergelangan tangan, pergelangan kaki.

Anggapan ini mengacu pada QS An-Nuur ayat 31 yang berbunyi, "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam…"

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu menyebut aurat perempuan dihadapan sesama jenisnya ini seperti aurat laki-laki di hadapan laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut. Akan tetapi, ini bukan berarti wanita boleh memakai pakaian pendek yang tidak menutup kecuali apa yang ada diantara pusar dan lutut. Dalam Majmu’ Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimiin ia berkata, "Ucapan seperti ini tidak pernah dikatakan oleh para ahli ilmu. Akan tetapi maknanya adalah seorang wanita apabila mengenakan pakaian yang luas, tebal, panjang kemudian apabila nampak sebagian kakinya atau lehernya atau yang lainnya, di depan wanita lain maka ini tidak berdosa."

Dari penjabaran di atas, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan seorang muslimah yang ingin berenang. Beberapa di antaranya yakni memperhatikan pakaian yang dikenakan. Pakaian yang digunakan harus menutup aurat dan tidak ketat hingga menampilkan bentuk tubuh.

Selain itu, harap diperhatikan kolam renang yang dituju khusus untuk perempuan dan aman dari jangkauan laki-laki ataupun kamera yang dipasang secara terlihat maupun tersembunyi. Hal ini untuk menghindari fitnah ataupun hal-hal lain yang tidak diinginkan akibat keberadaan kamera tersebut.

Bagi muslimah yang telah menikah, maka harus mendapatkan izin dari suami. Bagi yang belum menikah maka ia wajib meminta izin dari walinya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement