Kamis 26 Mar 2020 14:20 WIB

Kejujuran dan Kepintaran Nabi Muhammad Sebagai Pedagang

Inilah kisah kejujuran dan pintarnya Nabi Muhammad dalam berdagang.

Rasulullah. Ilustrasi Kejujuran dan Kecerdikan Nabi Muhammad Sebagai Pedagang
Foto: Mgrol120
Rasulullah. Ilustrasi Kejujuran dan Kecerdikan Nabi Muhammad Sebagai Pedagang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada ungkapan yang menyebut, "Sembilan dari 10 pintu rezeki terdapat pada perdagangan." Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW merupakan seorang pedagang yang sukses dan masyhur sebelum beliau diangkat sebagai utusan Allah. Bahkan, saat masih lajangnya, beliau sudah menjadi orang dengan penghasilan yang cukup besar. Saat menikah dengan Khadijah, mahar pernikahannya itu adalah 20 ekor unta.

Memang, perkenalan dua insan ini terjadi di dunia perdagangan. Tepatnya, kala itu Muhammad muda sering diminta membawa dagangan milik Siti Khadijah, salah seorang konglomerat terkaya di Hijaz masa itu.

Baca Juga

Publik mengenal sosok Muhammad muda sebagai orang yang jujur dalam segala hal. Bahkan, beliau digelari sebagai Al-Amin, orang yang paling dapat dipercaya.

Kejujuran pun beliau terapkan dalam berbisnis. Sifat mulia itu justru menjadi sasaran kedengkian beberapa saudagar Quraisy Mekkah. Mereka merasa berang kepada Muhammad.

 

Bagi mereka, dagang ya dagang. Jujur? Itu lain soal. Yang penting bagi mereka adalah mendulang untung sebanyak-banyaknya sembari menyingkirkan pesaing di pasar.

Suatu hari, mereka membuat rencana untuk membangkrutkan Muhammad. Ketika rombongan pedagang Makkah itu membawa barang dagangan ke Suriah (dahulu bernama Syam), mereka sengaja menjatuhkan harga. Dalam benak mereka, penduduk Makkah tentu lebih berburu barang yang harganya murah.

Sementara itu, Muhammad tidak mau ikut melakukannya. Sebab, beliau menyadari betul, barang-barang yang dibawanya adalah dagangan milik Siti Khadijah. Bukan miliknya sendiri.

Akan tetapi, beliau pun cerdik membaca pasar. Beliau tahu, jumlah permintaan jauh lebih tinggi dari penawaran terkait barang itu. Oleh karena itu, sekalipun dagangan para saudagar Quraisy yang murah-meriah itu habis, konsumen pasti akan tetap mencari-cari barang tersebut di pasar.

Benar saja, ketika dagangan yang harganya dibanting itu habis, masyarakat tetap saja menyambangi pasar. Mereka akhirnya membeli barang-barang kepada Muhammad dengan harga normal.

Ketika rombongan pedagang yang dengki itu pulang, Makkah heboh. Semua pedagang itu rugi. Sementara, Muhammad untung besar.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement