Kamis 26 Mar 2020 13:08 WIB

Doa dan Hukuman Bersin Sembarangan di Pandemi Flu 1918

Pada 1918 itu, dunia mengalami pandemi flu.

Pada 1918 itu, dunia mengalami pandemi flu, termasuk Kota Batavia. Foto: Kota Batavia saat masih dikuasai VOC.
Foto: wrecksite.eu
Pada 1918 itu, dunia mengalami pandemi flu, termasuk Kota Batavia. Foto: Kota Batavia saat masih dikuasai VOC.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Terkena flu adalah kesempatan baik berlibur seminggu di rumah. Demikian koran Belanda Het Parol edisi Agustus 1968 menuliskan komentar anak-anak muda tentang penyakit flu. Dampak dari mewabahnya flu Batavia, Hotel De Wilde, Sindanglaya, lantas memasang iklan di koran pada Agustus 1938, menawarkan kamar untuk istirahat bagi yang menderita flu. Tarifnya disebut lebih murah daripada biaya ke dokter.

Dua puluh tahun sebelumnya Batavia diserang flu Spanyol. Di Spanyol sendiri orang-orang menyebutnya sebagai flu Prancis. Flu ini disebut berasal dari Rusia. Dalam bahasa Belanda, flu disebut griep, berasal dari bahasa Rusia, gripp, yang arti semula adalah bergemuruh. Endemi flu Rusia sebenarnya sudah selesai pada 1890.

Pada 1918 itu, dunia mengalami pandemi flu. Batavia pada khususnya dan Hindia Belanda pada umumnya juga terkena. Pada awal Desember 1918, koran-koran di Belanda menayangkan berita dari Batavia yang menyebut korban meninggal flu Spanyol di Hindia Belanda mencapai sejuta orang.

Pemerintah Belanda pun segera memintakan laporan dari Hindia Belanda. Telegram yang dikirim ke Belanda menyebut bahwa kabar sejuta orang meninggal akibat flu Spanyol itu tidak benar.

Telegram itu menyebut, angka kematian di seluruh Hindia Belanda pada Juli-Oktober 1918 sebanyak 310.500 orang, dan angka kematian pada November 1918 sebanyak 486 ribu orang. Lonjakan jumlah korban pada November ini disebut sebagai akibat dari wabah flu Spanyol. Sebanyak 229.500 kematian di antaranya berada di Jawa, Bali, Madura, Lombok (Juli-Oktober 1918) dan 359.500 kematian pada November 1918 ada di Jawa, Bali, Madura, Lombok.

Kematian akibat flu Spanyol terjadi karena virus flu itu membawa dampak serius pada terjadinya komplikasi. “Komplikasinya, termasuk pneumonia, menyebabkan banyak kematian,’’ tulis koran Algemeen Handelsblad edisi 22 November 1918.

Ketika pada Juli 1918 flu ini telah membunuh 100 orang di Medan, koran De Telegraaf menyebut sebagai ‘penyakit misterius berupa influenza Rusia yang menguasai Singapura’. Rupanya dari Singapura menular ke Medan.

De Telegraaf menyebut flu ini mula-mula menyerang sebagian populasi di kota-kota yang ada di pinggir pantai. De Sumatra Post melaporkan banyak kuli di Jawa menjadi korban.

Salah satu telegram dari Batavia berbunyi sebagai berikut: Banyak orang meninggal karena penyakit paru-paru karena komplikasi flu Spanyol. Penyakit ini telah menjadi epidemi serius. Layanan publik, perdagangan, dan industri sangat menderita karenanya. Angka kematian umum di Batavia adalah 100 per hari.

Jumlah penduduk Batavia saat itu sekitar 162 ribu. Di Distrik Weltevreden, angka kematian mencapai 124 per seribu orang, lebih sedikit dari angka di Distrik Batavia yang mencapai 158 kematian per seribu orang. Jika dihitung terpisah, Kecamatan (onderdistrict) Tanjung Priok memiliki angka kematian tertinggi: Mencapai 252 kasus kematian per seribu orang.

Pada November itu, angka kematian di Jawa, Bali, Madura, Lombok mencapai 133 per seribu orang. Pada November 1917, angka kematian akibat flu di Jawa, Bali, Madura, Lombok, hanya 20 per seribu orang.

Tingginya angka kematian ini mendorong Bataviaasch Nieuwsblad menyampaikan kritiknya kepada pemerintah pada Agustus 1919. Koran ini menyebut influenza telah menghancurkan Batavia pada 1918.

Tanpa ingin menyalahkan dinas kesehatan, koran ini mempersoalkan ketidakterusterangan pemerintah dalam menangani wabah flu Spanyol itu. Saat wabah mendera, flu Spanyol ini dianggap remeh, tidak berbahaya dibandingkan pes dan kolera yang sudah ada terlebih dulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement