Kamis 26 Mar 2020 09:59 WIB

Rhenald Kasali: Waspadai 7 Shock Ekonomi Akibat Corona

Rhenald Kasali memaparkan 7 kejutan ekonomi akibat wabah covid-19

IHSG terkena dampak wabah covid-19. Karyawan mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/3).
Foto: Republika/Prayogi
IHSG terkena dampak wabah covid-19. Karyawan mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Postur perekonomian dunia dan Indonesia saat ini tidak sedang dalam posisi terbaiknya. Ketika ancaman hantaman gelombang resesi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada 2019 lalu mereda, kini ekonomi global dihantam tsunami akibat wabah virus corona. 

Founder Rumah Perubahan yang kini mengembangkan platform Mahir Academy, Prof Rhenald Kasali, mengatakan, ada tujuh shock atau guncangan besar yang kini harus dihadapi pelaku usaha. "Perlu langkah mitigasi dan strategi agar ekonomi kita bisa melalui masa sulit ini," ujarnya saat memberikan update terkait webinar Mahir Academy by Rumah Perubahan berjudul "The Outbreak: Challenges & Opportunities".

Webinar yang diinisiasi oleh platform Mahir Academy yang dikembangkan Rumah Perubahan tersebut diadakan pada Selasa (24/3) dan diselenggarakan secara gratis. Webinar ini bisa diakses melalui Zoom, Youtube, dan beberapa aplikasi web conference lainnya. Isu aktual seputar dampak Covid-19 terhadap ekonomi dan bisnis membuat peminat webinar mencapai ribuan orang.

Menurut guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) tersebut, beberapa kajian menunjukkan potensi tujuh  shock yang mesti diwaspadai akibat hantaman wabah Corona. 

 

Pertama, travel and entertainment shock. Lockdown maupun pembatasan mobilitas orang membuat bisnis seperti maskapai, bandara, hotel, hingga olahraga ada di deretan terdepan yang terpukul oleh corona.

Kedua, retail and manufacture shock. Di berbagai belahan dunia, mal mengurangi jam operasi, bahkan sebagian berhenti beroperasi. Industri manufaktur juga mengurangi produksi karena sepinya permintaan. "Ini bisa berdampak pada ancaman PHK," katanya.

Ketiga, supply chain shock. Era perdagangan bebas membuat rantai pasok global saling berkelindan. Karena itu, ketika aktivitas ekonomi terhenti di berbagai negara, perusahaan yang selama ini mengandalkan pasokan bahan baku impor akan terdampak. 

"Di Indonesia, industri elektronik sudah terganggu pasokan komponen. Industri makanan-minuman kekurangan pasokan gula dan garam. Industri lain juga banyak terdampak," kata Rhenald.

Kondisi serupa juga terjadi di banyak negara. Perusahaan raksasa seperti Apple sebenarnya sudah menerapkan diversifikasi pemasok global. Ketika pada awal tahun pasokan dari Tiongkok terganggu, Apple masih bisa berharap dari pemasok lain di Malaysia, Korea Selatan, Italia, hingga Jerman. "Namun, seiring penyebaran wabah corona ke berbagai negara, produksi para pemasok juga terhenti," ujarnya.

Kondisi semacam ini, Rhenald melanjutkan, makin menegaskan pentingnya membangun industri bahan baku di dalam negeri. Selain antisipasi supply chain shock seperti saat ini, langkah tersebut juga untuk menekan impor. "Ini PR lama yang mesti dituntaskan," katanya.

Keempat, personal debt shock. Ketika aktivitas ekonomi melemah, ancaman PHK kian nyata. Demikian pula ancaman pemasukan bagi pekerja informal seperti ojek online. Maka, potensi gagal bayar pada kredit sektor perumahan atau kendaraan bermotor akan naik. 

"Bank atau lembaga keuangan nonbank yang terkait kredit ini harus memiliki mitigasi yang tepat," kata Rhenald.

Kelima, currency shock. Nilai tukar rupiah yang sebelumnya cukup stabil di kisaran Rp 14.000 per USD terus terdepriasi akibat tekanan di pasar uang dan pasar modal. Hingga 24 Maret kemarin, nilai tukar rupiah sudah menembus level Rp 16.486 per USD. 

"Ini juga terjadi pada hampir semua mata uang global. Pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor atau memiliki utang berdenominasi dolar AS harus waspada," ucap Rhenald.

Keenam, market shock. Ancaman resesi global membuat harga saham di pasar modal berguguran. IHSG, yang sempat mencapai level 6.325 pada pertengahan Januari 2020, pada Rabu (23/3) lalu jatuh 37 persen ke level 3.937. Kondisi ini harus dimitigasi oleh emiten maupun investor seperti dana pensiun atau perusahaan asuransi. 

"Di satu sisi, ini juga peluang untuk masuk ke pasar modal karena harga saham sedang murah. Dengan catatan, perspektifnya harus long term," ujarnya.

Ketujuh, believe shock. Menurut Rhenald, pada awal kemunculannya, banyak orang underestimate terhadap corona. Pejabat, pelaku usaha, pengamat, maupun media awalnya percaya bahwa dampak corona akan bisa diredam. Namun, nyatanya, kini hal tersebut sulit dikendalikan. 

Akibatnya, level of confidence pelaku usaha maupun konsumen tergerus. "Karena itu, paket stimulus pemerintah harus segera direalisasikan untuk meringankan dampak guncangan," kata Rhenald.

BACA JUGA: Stimulus Ekonomi Wabah Covid-19: Rupiah vs Dolar AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement