Kamis 26 Mar 2020 09:20 WIB

Perizinan Lambat, Harga Buah dan Sayur Impor Diprediksi Naik

Nilai tukar rupiah terlanjur melemah sehingga harga buah dan sayur impor akan naik.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pembeli memilah buah impor dikawasan Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (4/2). Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Indonesia (Aseibsindo) mengeluhkan lambatnya rekomendasi dan perizinan impor komoditas buah dan sayur dari pemerintah. Ketua Aseibsindo menuturkan, hambatan itu akan berdampak pada kenaikan harga lantaran nilai tukar rupiah terlanjur melemah terhadap dolar AS.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pembeli memilah buah impor dikawasan Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (4/2). Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Indonesia (Aseibsindo) mengeluhkan lambatnya rekomendasi dan perizinan impor komoditas buah dan sayur dari pemerintah. Ketua Aseibsindo menuturkan, hambatan itu akan berdampak pada kenaikan harga lantaran nilai tukar rupiah terlanjur melemah terhadap dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Indonesia (Aseibsindo) mengeluhkan lambatnya rekomendasi dan perizinan impor komoditas buah dan sayur dari pemerintah. Ketua Aseibsindo menuturkan, hambatan itu akan berdampak pada kenaikan harga lantaran nilai tukar rupiah terlanjur melemah terhadap dolar AS.

Ketua Umum Aseibsindo, Hendra Juwono, mengatakan, impor buah-buahan maupun sayuran sejak awal tahun tidak lancar karena sebagian besar kuota belum diterbitkan. Menurut Hendra, itu dikarenakan proses rekomendasi dan perizinan impor oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang sangat lambat.

Baca Juga

Sementara, rekomendasi dan perizinan impor yang sudah diterbitkan sejak pada Januari-Februari baru untuk 18 perusahaan yang seluruhnya mengimpor komoditas dari Amerika Serikat. Pihaknya pun menduga ada indikasi monopoli oleh segelintir oknum perusahaan importir.

"Akibatnya, karena yang baru mendapat izin impor adalah dari Amerika Serikat dan menggunakan dolar AS, otomatis harga akan naik karena saat rupiah sedang melemah. Itu otomatis dampak harganya tinggi," kata Hendra kepada Republika.co.id, Kamis (26/3).

Padahal, kata Hendra, di tengah wabah Covid-19 saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menganjurkan masyarakat untuk memperkuat sistem imun tubuh. Salah satunya, dengan memperbanyak konsumsi buah dan sayuran. Oleh sebab itu permintaan akan buah dan sayur diprediksi bakal terus meningkat.

Di saat situasi seperti saat ini, mestinya pemerintah tidak mempersulit proses impor bahan pangan yang memang dibutuhkan untuk masyarakat. Khususnya buah dan sayur meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok.

Ia mengatakan, Kementan baru saja menerbitkan rekomendasi impor untuk 22 perusahaan pada 17 Maret 2020 serta 29 perusahaan pada 20 Maret 2020 sehingga total 51 perusahaan. 

Rekomendasi impor buah dan sayur telah terbit, namun Kementerian Perdagangan belum menerbitkan perizinan impor. Ia menuturkan, sesuai aturan semestinya penerbitan izin impor hanya membutuhkan waktu dua hari kerja untuk ditolak atau diterbitkan.

Pihaknya berharap agar pemerintah segera menerbitkan perizinan. Sebab, sebanyak 51 perusahaan itu mengimpor aneka buah dan sayur dari berbagai negara di luar Amerika Serikat. Dengan begitu, pembelian bisa menggunakan mata uang selain dolar sehingga harga bisa ditekan sekaligus meringankan beban pelaku usaha.

"Kalau kita tergantung impor dari AS dengan mata uang dolar AS yang lagi tinggi, otomatis daya beli masyarakat akan berkurang padahal kita lagi butuh. Sedangkan dari luar AS, importir kan bisa pakai mata uang lokal yang juga melemah terhadap dolar AS," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement