Senin 23 Mar 2020 21:04 WIB

Miris, Tenaga Medis Tangani Corona Malah Distigmakan Negatif

Institusi harus menyiapkan rumah singgah bagi tenaga kesehatannya untuk sementara.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ilustrasi virus corona masuk Indonesia
Foto: MgIT03
Ilustrasi virus corona masuk Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memgaku khawatir dengan tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pasien positif terinfeksi virus SARS-CoV2 (Covid-19) menjadi korban stigma negatif masyarakat. Karena itu, Kemenkes melakukan upaya-upaya termasuk memperluas komunikasi informasi dan edukasi (KIE).

"Ini salah satu kekhawatiran kita terhadap pemahaman yang salah di masyarakat," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/3).

Selain itu, dia melanjutkan, pihaknya berupaya memperluas upaya KIE kepada masyarakat.

Sementara itu, Ses Pelayanan Kesehatan Kemenkes Agus mengaku dirinya berkoordinasi dengan PPSDM Kesehatan Kemenkes untuk membahas masalah ini. "Kami sedang bertugas bangun rumah sakit Darurat Wisma Atlet,  saling membantu dan koordinasi," katanya.

Sebelumnya tenaga kesehatan seperti perawat yang menangani pasien terinfeksi virus SARS-CoV2 (Covid-19) mengalami nasib miris. Bukannya diapresiasi atas perjuangannya ikut merawat pasien, ia justru mendapatkan diskriminasi bahkan diusir dari tempat tinggalnya.

"Mengenai stigma, saya baru mendapatkan informasi bahwa ada yang diusir dari kos. Itu tidak hanya terjadi pada perawat melainkan dokter juga," ujar Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhilah saat dihubungi Republika, Senin (23/3).

Hingga kini, pihaknya baru mengumpulkan dan menghimpun fakta mengenai ini. Menurutnya, solusi untuk masalah ini adalah institusi harus menyiapkan rumah singgah bagi tenaga kesehatannya untuk sementara waktu. "Karena ketakutan masyarakat juga beralasan," katanya.

Ia menambahkan, usulan ini sudah disampaikan ke beberapa media. Kendati demikian, belum ada surat resmi ke pemerintah mengenai hal ini. "Karena kami masih mengumpulkan fakta itu," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement