Sabtu 21 Mar 2020 05:39 WIB

Corona di Italia, 627 Kematian dalam 24 Jam Terakhir

Pemerintah sudah mengisolasi Italia dan membatasi penduduk keluar rumah.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Italia akan menyediakan 10 ribu dokter dari mahasiswa kedokteran yang baru lulus. Ilustrasi.(Angelo Carconi/EPA)
Foto: Angelo Carconi/EPA
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Italia akan menyediakan 10 ribu dokter dari mahasiswa kedokteran yang baru lulus. Ilustrasi.(Angelo Carconi/EPA)

REPUBLIKA.CO.ID,  ROMA -- Italia mencatatkan 627 kematian akibat virus corona jenis baru (Covid-19) dalam 24 jam terakhir. Angka ini merupakan jumlah kematian tertinggi dalam sehari.

Kepala Perlindungan Sipil Angelo Borrelli pada Jumat (20/3), mengatakan, total kematian mencapai 627 jiwa lebih dalam 24 jam. Lonjakan ini terjadi setelah Italia melampaui China pada hari Kamis (19/3) sebagai negara dengan kematian terbanyak akibat Covid-19. Total kasus kematian di Italia telah mencapai 4.032. Pihak berwenang mengatakan, sebagian besar orang yang meninggal memiliki masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan diabetes sebelum mereka terinfeksi virus.

Borrelli mengatakan, dalam sehari terakhir juga terjadi lonjakan kasus positif terinfeksi Covid-19 sebanyak 5.985 kasus. Dengan demikian, total kasus di Italia kini menjadi 47.021.

Padahal, pemerintah sudah mengisolasi Italia dan membatasi penduduk untuk keluar rumah. Bahkan, polisi telah dilibatkan untuk memperingati masyarakat yang keluar rumah tanpa alasan yang jelas.

Wali kota dan gubernur di seluruh negeri telah menuntut tindakan yang lebih keras bagi orang-orang yang tetap keluar rumah. Pemerintah nasional Italia diperkirakan akan segera merespons.

Sebelumnya, pihak berwenang mengatakan, wabah Covid-19 yang muncul empat pekan lalu itu kemungkinan akan mencapai puncaknya dalam hitungan hari. Jumlah kasus baru pun diperkirakan akan menurun.

Namun, Borrelli berkata lain. "Kami tidak akan pernah tahu kapan puncaknya," katanya dilansir AP. Ia mencatat bahwa beberapa ahli telah berbicara tentang kemungkinan puncak kasus pada "pekan depan atau pekan sesudahnya".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement