Jumat 20 Mar 2020 11:09 WIB

MUI Imbau DKM Koordinasi dengan Otoritas Kesehatan Setempat

Koordinasi ini untuk menentukan tingkat penularan corona di wilayah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
MUI Imbau DKM Koordinasi dengan Otoritas Kesehatan Setempat. Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi.
Foto: Republika/Prayogi
MUI Imbau DKM Koordinasi dengan Otoritas Kesehatan Setempat. Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengimbau Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) atau pengurus masjid untuk berkoordinasi dengan otoritas kesehatan di wilayah setempat, seperti Puskesmas. Koordinasi ini diperlukan untuk menentukan apakah wilayahnya tergolong tinggi atau rendah dalam penularan wabah virus corona.

"Jadi para DKM di masjid-masjid itu harus melakukan koordinasi dengan pihak kesehatan, puskesmas, atau pihak lain yang memang ahli di bidangnya. Tidak bisa DKM menilai wilayahnya secara sepihak," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (20/3).

Baca Juga

Muhyiddin menerangkan, fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah mewabahnya virus corona atau covid-19 bersifat fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Dia pun meminta kepada semua Muslim membaca fatwa tersebut secara utuh, tidak setengah-setengah.

Muhyiddin juga menjelaskan, meniadakan sementara shalat Jumat lalu diganti shalat zhuhur di rumah, termasuk menunaikan shalat wajib lima waktu di rumah, bukan hal yang aneh. Sebab, kata dia, ada illat atau alasan di balik imbauan untuk menjalankan aktivitas ibadah di rumah dalam suatu wilayah yang potensi penularannya tidak terkendali.

Alasan atau illat tersebut yakni agar terhindar dari penyebaran wabah virus corona sekaligus sebagai upaya pencegahan penularan wabah virus di suatu wilayah yang tingkat penularannya tinggi. Karena itu juga, Muhyiddin menyatakan fatwa MUI tersebut sudah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dan kaidah fiqih yang ada.

MUI mengumumkan fatwa MUI nomor 14 tahun 2020, tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadinya wabah covid-19 pada Senin (16/3). Dalam fatwa itu, salah satunya disebutkan orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, harus memperhatikan dua hal.

Pertama, jika berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

Kedua, jika berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement