Jumat 20 Mar 2020 07:04 WIB

YLKI Dorong Pemerintah Lockdown Parsial

Pemerintah harus serius mempertimbangkan lockdown untuk wilayah Jabodetabek.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi (Republika TV/Havid Al Vizki)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi (Republika TV/Havid Al Vizki)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Komsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk melakukan langkah progresif dalam menangani penyebaran COVID-19. Sebab, kondisi penyebarannya makin mengkhawatirkan.

"Kami meminta pemerintah segera melakukan tes massal karena diduga data tidak mencerminkan kondisi di lapangan dan melakukan lockdown secara parsial, melarang penerbangan internasional masuk Indonesia karena terbukti berkontribusi dalam peningkatan kasus COVID-19," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (20/3).

Baca Juga

Tulus mengatakan, pemerintah harus serius mempertimbangkan lockdown untuk wilayah Jabodetabek. Selain itu, meminta pemerintah untuk melarang acara keramaian seperti pernikahan, hajatan dan sebagainya.

YLKI juga meminta pemerintah bersinergi dengan pihak perguruan tinggi untuk menghalau COVID-19 dan menjadikan kalangan mahasiswa rumpun kesehatan untuk jadi relawan dan menyokong tenaga kesehatan. "Hal itu penting, mengingat tenaga kesehatan di rumah sakit, termasuk dokter kewalahan dalam menangani lonjakan pasien COVID-19," kata Tulus.

Ia menambahkan, manajemen rumah sakit swasta juga harus dibawah kendali pemerintah. Sebab, rumah sakit pemerintah sudah tidak bisa menampung luapan jumlah pasien COVID-19.

"Seperti di Italia, rumah sakit swasta di bawah kendali pemerintah, karena pasien di rumah sakit pemerintah sudah meluap. Jangan sampai ada penolakan pasien karena ini tidak manusiawi," kata Tulus.

Ia juga meminta masyarakat agar menjalankan isolasi mandiri dengan sungguh-sungguh dan melakukan jaga jarak sosial (social distancing). "Perusahaan swasta yang merumahkan karyawannya, bila tidak mampu secara total bisa dilakukan bergantian.

Pemerintah juga melakukan pengaturan tata niaga dengan melakukan pembatasan pembelian bahan pokok. "Melarang melakukan ekspor masker juga cairan pembersih tangan dan memprioritaskan keperluan dalam negeri," kata Tulus.

Hingga Kamis (19/3), berdasar data yang diumumkan secara nasional, kasus COVID-19 yang terkonfirmasi positif ada 308 kasus dan dari jumlah itu, 269 kasus masih dalam perawatan, 15 pasien sembuh dan 25 orang meninggal dunia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement