Kamis 19 Mar 2020 14:41 WIB

Tiga Kategori Masyarakat yang Enggan Social Distancing

Di tengah penyebaran Covid-19 sebagian masyarakat belum jaga jarak sosial.

Rep: Febryan A/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pembatasan sosial atau social distancing (ilustrasi).(Zsolt Czegledi/MTI via AP)
Foto: Zsolt Czegledi/MTI via AP
Pembatasan sosial atau social distancing (ilustrasi).(Zsolt Czegledi/MTI via AP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran virus corona (Covid-19) masih berlangsung di Indonesia. Tapi, masih ada masyarakat yang enggan melakukan social distancing (pembatasan sosial) sebagaimana diminta pemerintah. Mereka tidak berdiam diri di rumah.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, mengatakan, masyarakat yang enggan melakukan pembatasan sosial itu bisa dibagi menjadi tiga kategori.

Pertama, kategori masyarakat yang terpaksa untuk tetap keluar rumah demi menghidupi perekonomian keluarga. Contohnya seperti pedagang kaki lima, buruh harian, dan sopir angkutan daring.

"Misalnya kayak pedagang kaki lima. Bisa jadi mereka paham, tapi karena harus bekerja untuk makan, maka mereka tidak ada pilihan," ujar Imam kepada Republika, Kamis (19/3).

Kedua, kategori masyarakat yang ignorant (cuek/bebal). Yakni mereka yang sama sekali tidak tahu bahaya Covid-19 dan ada pula mereka yang sebenarnya paham akan bahayanya tapi malah lebih menuruti egonya.

Contohnya, kata Imam, orang-orang yang memanfaatkan situasi gawat Covid-19 untuk pergi berwisata. Padahal kemungkinan tertularnya semakin besar saat mendatangi objek wisata.

"Kelompok kedua itu sebenarnya dia punya pilihan, tapi karena kenaifannya kemudian membahayakan orang lain termasuk keluarganya," kata Imam.

Ketiga, kategori masyarakat yang ideologis. Mereka yang memahami bahaya Covid-19 tapi tidak mau berdiam diri di rumah karena pilihan ideologi ataupun keyakinan.

"Bahwa tuhan itu menentukan sakit atau tidak sakit, takdir yang menentukan. Kalau itu yang menjadi keyakinannya, lebih susah," ujar Imam.

Menurut Imam, tiap kategori masyarakat ini harus diatasi pemerintah dengan pendekatan yang berbeda.

Kategori pertama perlu diberikan alternatif sumber pendapatan. Kategori kedua perlu diberikan penjelasan lebih soal bahaya Covid-19. Sedangkan kategori ketiga perlu dilakukan pendekatan persuasif, terutama lewat pemimpin komunitasnya.

Lebih lanjut, Imam menyarankan satu cara yang bisa diterapkan untuk setiap kategori, yakni lewat paksaan. Di mana pemerintah melarang masyarakat untuk keluar rumah dan jika melanggar diberikan sanksi.

"Tapi itu ada risiko karena bukan didasari kesadaran. Orang yang bandel, dia bisa berontak," ucap Imam.

Hingga Rabu (18/3) sore, jumlah kasus positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia telah mencapai 227. Ada 19 orang di antaranya meninggal dunia dan 11 berhasil sembuh. Kasus tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement