Selasa 17 Mar 2020 22:56 WIB

Mahasiswa Cina, Masa Karantina, dan Stereotipe Corona

Stereotipe terhadap warga Cina kian negatif.

Lokasi karantina penderita corona di Malaysia.
Foto: dokpri
Lokasi karantina penderita corona di Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Rifqi Asyraf dan Najwa Syarief*

Dunia kini diguncang dengan penemuan virus jenis baru dari kelompok coronavirus yaitu kelompok virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Virus ini dinamakan Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus corona (Covid-19). 

Virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina akhir tahun lalu ini telah menyebar luas di berbagai negara seperti Australia, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia dan masih banyak lagi. Tidak seperti virus-virus mainstream lainnya, virus corona ini banyak diibaratkan oleh para ahli sebagai silence virus dikarenakan gejalanya yang terlihat seperti penyakit ringan biasa.

Kejadian merebaknya kasus virus corona ini tak hanya berdampak secara luas bagi suatu negara, namun banyak juga bagi individu. Panic attack yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia juga merupakan imbas dari gelombang pesebaran virus corona. Wajar memang ketika terjadi sesuatu di luar kebiasaan, tak hanya di Indonesia, mayoritas penduduk dunia saat ini merasakan hal tersebut.

Pei Pei

Seorang pelajar asal Cina, Shi Pei Pei yang biasa dipanggil Pei Pei merupakan Mahasiswi Komunikasi di Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (International Islamic University of Malaysia) yang sekarang tengah memasuki tahun keduanya. 

Pei Pei tinggal di sebuah kota yang jaraknya cukup jauh dengan Wuhan yaitu di provinsi Hebei, Cina bagian utara. Dengan waktu tempuh 9 jam menggunakan mobil, jarak kota Wuhan cukup jauh dari tempat Pei Pei tinggal. Saat virus berbahaya ini mulai merebak di Wuhan, Ia sedang menghadapi ujian akhir di kampusnya.

"Saya sedang tinggal di Malaysia saat virus ini mulai menyebar Desember (2019) lalu. Saya sangat sedih saat mendengar tentang wabah virus ini di Cina, karena keluarga saya di sana. Kami sangat khawatir tentang ini, karena (virus) itu menyebar sangat cepat. Kira-kira seperti jika kita berbicara dengan orang yang terinfeksi virus corona maka kita akan dengan mudah memperoleh virus ini. (Virus) itu juga bisa menyebar hanya dengan berjabat tangan dan kontak fisik. Namun alhamdulillah keluarga saya berada dalam kondisi yang baik," kata Pei Pei.

Virus ini baru bisa terdeksi di tubuh manusia setelah 2 sampai 14 hari, bahkan lebih. Sebelumnya, orang yang terkena virus ini tidak menunjukan gejala-gejala apapun, namun setelah mengendapnya virus ini selama 14 hari di tubuh manusia barulah muncul berbagai tanda seperti flu, batuk, pilek, demam tinggi dan sesak napas, tanda-tanda yang serupa dengan penyakit flu biasa. Itulah kenapa masa karantina dilakukan selama 14 hari atau bahkan lebih.

"Tahun ini, 2020, pada bulan pertama seluruh kantor di Cina tutup. Bandara dan semua pintu masuk ditutup. Semua orang harus tinggal di rumah masing-masing. Pemerintah tidak memperbolehkan kami pergi keluar. Jika kamu ingin makan kamu harus menelepon tentara, lalu mereka akan mengirimkan makanan ke rumahmu," tutur Pei Pei.

Pei Pei sempat kembali ke Cina pada Desember 2019 lalu selama lima hari. Kemudian ia kembali lagi ke Malaysia karena mendengar bahwa virus jenis baru bernama korona telah terdeteksi di wilayah Wuhan, kota yang terletak di tengah-tengah Republik Rakyat China. Saat Pei Pei tiba di bandara Malaysia dari kota asalnya, beberapa tindakan eksklusif oleh otoritas LIA (Kuala Lumpur International Airport (KLIA) langsung dilakukan terhadapnya, seperti pengecekan suhu tubuh dan tekanan darah untuk mengetahui kondisi kesehatan Pei Pei apakah ia dalam keadaan sehat atau tidak. Mengutip cerita Pei Pei, para turis yang berasal dari kota Wuhan, Hubei tidak diperbolehkan masuk ke dalam Malaysia dan langsung dipulangkan kembali ke negara asal mereka masing-masing. 

"Setelah mereka memeriksa saya, mereka memperbolehkan saya masuk karena saya berada dalam kondisi sehat. Itu tidak apa-apa dan saya tidak berasal dari Hubei atau Wuhan. Akan tetapi, saat saya datang ke universitas saya saya harus dikarantina selama 14 hari. Hal ini berlaku untuk semua mahasiswa Cina yang kembali dari Cina, tidak ada pengecualian," kata Pei Pei.

Dalam masa-masa karantina selama 14 hari, ia merasa sangat kesepian dan bosan karena harus terkurung sendirian di dalam satu ruangan dan tidak boleh ada siapapun yang bersamanya. Pei Pei juga diharuskan untuk selalu berada di dalam ruang karantina tanpa diizinkan untuk keluar selama 14 hari itu. “Mereka telah menyediakan stok makanan untuk 14 hari atau kita hanya diperbolehkan untuk masak makanan sendiri," tutur Pei Pei. 

Hari kedua Pei Pei di Malaysia, suhu tubuhnya sempat naik sampai 37,5 derajat celsius dan ia terkena flu. Pei Pei ketika itu sangat khawatir karena itu semua merupakan beberapa dari tanda-tanda terinfeksi virus corona. Pei Pei sempat berasumsi bahwa dirinya telah terkena virus mematikan itu. Namun untungnya semua itu hanyalah flu biasa dikarenakan weather shock cuaca yang kontras antara Cina dan Malaysia dan memang saat itu ia tengah sangat kelelahan. 

"Di tengah kehebohan penyebaran virus corona, kewaspadaan orang-orang akan kondisi kesehatan mereka dan lingkungannya sangat diperhatikan. Terbukti, ketika ada salah seorang yang menunjukkan gejala flu akan secara berkala dihindari," ujar Pei Pei ketika mengisahkan pengalamannya.

"Semua orang Cina terlihat mirip kan? Jadi kamu tidak akan bisa membedakan dari Cina bagian mana seseorang itu datang. Saya tidak berasal dari Wuhan atau kota-kota di dekat Wuhan, akan tetapi semua orang sangat takut terhadap saya. Saat saya menghadiri kelas pertama saya diminta untuk membawa surat keterangan kesehatan untuk ditunjukkan kepada dosen saya bahwa saya tidak terinfeksi virus corona dan memastikan bahwa teman-teman sekelas saya aman," kata Pei Pei.

Stereotipe terhadap warga Cina, kata Pei Pei, kian negatif. Bahkan produk-produk buatan Cina mulai dihindari oleh masyarakat luas. Mereka tidak berani berbicara bahkan mendekati orang dengan perawakan Cina. 

Ketika Pei Pei sedang berada di luar kampus terlihat sekali fobia masyarakat terhadap orang Cina, meskipun Pei Pei tidak berasal dari kota Wuhan dan ia tidak terinfeksi virus mengerikan tersebut. Banyak orang yang menghindari Pei Pei. Terbukti, saat ia ingin menanyakan suatu hal kepada mereka, mereka malah meminta maaf dan langsung pergi menjauh dari Pei Pei.

"Saat saya di luar kampus, saya ingin berbicara kepada mereka, namun mereka langsung berkata 'maaf!' dan mereka pergi menjauh dari saya dengan cepat. Hal itu sangat menyedihkan," ujar Pei Pei.

Pei Pei juga mengatakan banyak sekali asumsi miring yang ditujukan kepada warga Cina. Misalnya ketika salah seorang warga Cina berjalan di luar ruangan menggunakan masker, maka sebagian besar orang beranggapan bahwa orang tersebut merupakan pengidap positif corona. Padahal apabila ditelisik lebih dalam, mereka melakukan itu sebagai langkah prefentif untuk menghindari terinfeksinya diri mereka dari virus corona. 

"Saya cuma berpikir mengapa semua orang harus bertindak demikian. Tidak semua Cina dari Wuhan dan tidak semua dari kami terinfeksi oleh virus. Saya merasa semua orang menyalahkan kami karena virus ini. Saya sangat sedih melihat ini, namun saya memahami mereka sangat waspada terhadap virus ini sehingga mereka bersikap seperti itu," tutur Pei Pei.

Selain itu, dampak signifikan dari munculnya virus corona ini terlihat pada kondisi ekonomi Cina saat ini yang sedang menurun drastis. Cina memiliki banyak sekali perusahaan yang mengimpor barang ke banyak sekali negara, salah satunya adalah Amerika S3rikat. Saat ini hampir semua negara menghentikan pengiriman barang-barang dari Cina karena kekhawatiran mereka akan penyebaran virus korona. 

Di Cina, sudah lebih dari 23 ribu orang terinfeksi dan kurang lebih 3.000 nyawa telah hilang sebab virus mengerikan ini. Pei Pei sebagai mahasiswa perantauan yang berasal dari Cina sangat sedih dan khawatir akan hal ini terutama pada keluarganya. Ia berharap pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat  dapat bahu-membahu menangani hal ini dengan tepat supaya tidak ada lagi korban yang berjatuhan. Tentunya kita pun sebagai sesama manusia juga berharap demikian. Semoga pesebaran virus mematikan ini dapat ditanggulangi dengan cepat agar tidak menyebar lebih luas lagi demi kesehatan serta keamaan bumi kita semua. 

 

*Mahasiswa International Islamic University of Malaysia (IIUM)

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement