Senin 16 Mar 2020 17:37 WIB

Jejak Kehadiran Islam di Kerajaan Majapahit (4)

Islam disebut sudah ada di jaman Kerajaan Majapahit.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Jejak Kehadiran Islam di Kerajaan Majapahit. Foto: Kegiatan ekskavasi situs pramajapahit di Dusun Sekaran, Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang berakhir pada Kamis (21/3).(Republika/Wilda Fizriyani)
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Jejak Kehadiran Islam di Kerajaan Majapahit. Foto: Kegiatan ekskavasi situs pramajapahit di Dusun Sekaran, Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang berakhir pada Kamis (21/3).(Republika/Wilda Fizriyani)

REPUBLIKA.CO.ID, MOJOKERTO --  Buku Mystic Synthesis in Java: A History of Islamization from the Fourteenth to the Early Nineteenth Centuries menjelaskan, tidak ada masyarakat Jawa yang berbondong-bondong memeluk agama Islam sebelum awal abad ke-16. Sejauh bukti-bukti yang ada Islam telah hadir di Jawa sebelum abad ke-16 tapi tidak masif perkembangannya.

Muslim Cina bernama Ma Huan pertama kali mengunjungi pesisir utara Pulau Jawa sekitar tahun 1413-1415 M. Ma Huan adalah anggota Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming yang melakukan ekspedisi ke berbagai wilayah. Ma Huan mengunjungi Pulau Jawa lagi pada tahun 1432 M.

Baca Juga

Buku yang ditulis Ma Huan berjudul Yingyai Shenglan pertama kali diterbitkan tahun 1451 M. Tapi yang ada sekarang tinggal buku versi terbarunya, sehingga kemungkinan ada pengurangan atau penambahan pada isinya. Yingyai Shenglan adalah catatan perjalanan yang ditulis oleh Ma Huan. Buku ini menceritakan tentang sejumlah negara, laut dan pantai yang dikunjungi Ma Huan yang ikut serta dalam ekspedisi pelayaran Laksamana Cheng Ho.

Penjelasan Ma Huan tentang Jawa sekitar 40 tahun sampai 60 tahun setelah keberadaan batu nisan Muslim di Trowulan dan Tralaya di ibu kota Kerajaan Majapahit. Tapi berdasarkan catatan Ma Huan, dia tidak menemukan Muslim Jawa di pesisir utara Pulau Jawa.

"Negara ini terdiri dari tiga kelas orang," kata Ma Huan dalam catatannya yang berjudul Yingyai Shenglan.

Ma Huan menjelaskan, pertama, adalah orang Muslim dari wilayah Barat atau Jazirah Arab dan sekitarnya, mereka berimigrasi ke Jawa. Mereka berdagang, pakaiannya bersih, makanannya bersih dan layak. Kedua, orang Cina, mereka berasal dari Guangdong, Zhangzhou, dan Quanzhou serta tempat-tempat lainnya. Mereka melarikan diri dari tempat asalnya dan tinggal di Jawa. Makanan mereka bersih dan banyak di antara mereka yang memeluk agama Islam. Mereka juga melaksanakan ibadah puasa. 

Ketiga, orang-orang berwajah seram dan aneh. Mereka tidak mengenakan alas kaki dan makanannya sangat kotor. Semut, ular, serangga dan cacing pun dimakan mereka. Bahkan mereka makan di tempat yang sama dengan anjing peliharaannya.

Ricklefs dalam bukunya mengatakan, orang-orang seram dan jorok yang digambarkan Ma Huan tentu bertolak belakang dengan sumber-sumber sejarah lain. Sumber lain banyak yang mengatakan peradaban Jawa-Hindu sangat maju. Sehingga orang-orang seram dan jorok yang diduga pribumi oleh Ma Huan besar kemungkinan bukan masyarakat Jawa asli.

Besar kemungkinan mereka adalah Suku Kalang yang diasingkan di Pulau Jawa karena memiliki kebiasaan, kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Mereka menganggap dirinya sebagai penyatuan antara manusia dan anjing.

Selain itu, sangat mungkin Muslim yang dijumpai dan diamati Ma Huan di daerah pesisir utara Jawa mengenakan pakaian dan berperilaku seperti Muslim asing dari Barat dan Cina. Sehingga Ma Huan tidak bisa membedakan antara orang Jawa Muslim dan Muslim pendatang.

Mungkin menjadi orang Jawa sekaligus menjadi Muslim bukan identitas yang diakui pada awal abad ke-15. Tapi bangsawan Jawa di istana pada abad ke-14 dapat menjadi orang Jawa yang Muslim. Buktinya batu nisan di pemakaman Trowulan dan Tralaya.

Jika benar yang dilaporkan Ma Huan dalam catatannya tentang bandar-bandar atau kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa. Artinya kota-kota pelabuhan tersebut sudah kosmopolitan, banyak orang dari berbagai daerah di belahan dunia singgah dan menetap di sana.

Selanjutnya perkembangan Islam awal abad ke-17 di Pulau Jawa akan banyak berkaitan dengan pesisir utara Jawa. Hal ini karena perkembangan perdagangan internasional semakin pesat di Laut Jawa. Sebab semakin meningkat permintaan rempah-rempah dari Nusantara. Kondisi ini membuat sejumlah bandar-bandar di pesisir utara Jawa menjadi kota kosmopolitan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement