Ahad 15 Mar 2020 07:38 WIB

Sejarah Hari Ini: Irak Eksekusi Mati Jurnalis Inggris

Jurnalis Inggris dituduh mata-mata di Irak.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
jurnalis di penjara (ilustrasi)(www.examiner.com)
Foto: www.examiner.com
jurnalis di penjara (ilustrasi)(www.examiner.com)

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Pada 15 Maret 1990, jurnalis koran The Observer Inggris, Farzad Bazoft dieksekusi mati oleh pihak berwenang Irak karena dituduh sebagai mata-mata. Hukuman itu diputuskan oleh perintah langsung dari Presiden Saddam Husein.

Bazoft adalah keturunan Iran yang pindah ke Inggris pada pertengahan 1980an. Bazoft dihukum gantung saat fajar setelah permohonan grasi menit terakhir untuk pengampunan dari perdana menteri Inggris Margaret Thatcher gagal.

Baca Juga

Inggris kemudian geram, dan mengecam keras pemerintah Irak atas jurnalis lepas The Observer itu. Menteri Luar Negeri Inggris kala itu Douglas Hurd mengatakan, diplomat hingga duta besar Inggris untuk Irak ditarik kembali dan semua kunjungan ke Irak ditangguhkan. Meski demikian, Hurd masih ingin menjalankan hubungan bilateral dengan Irak.

Dia mengatakan penting untuk menjaga dialog untuk tetap hidup dengan Irak demi 2.000 warga Inggris yang tinggal di Irak, termasuk kaki tangan Bazoft, perawat Inggris Daphne Parish. Bazoft dan Parish ditangkap September tahun lalu setelah mengunjungi instalasi militer rahasia di selatan Baghdad.

Pada mulanya Bazoft diundang ke Irak untuk meliput pemilu di Irak. Ia pun datang bersama wartawan lain.

Namun, usai tiba di Baghdad, Bazoft mendapatkan kisah ledakan misterius yang terjadi pada 19 September 1989 di kompleks kuno al-Iskandaria kawasan militer, sekitar 50 kilometer dari selatan Baghdad. Sebagai jurnalis yang sangat jeli akan keeksklusifan berita, ia pun langsung bergerak ke lokasi. Kala itu ia menyamar sebagai dokter dan meminta Parish menemaninya.

Penyamaran itulah yang membuat dia dituduh sebagai mata-mata oleh pemerintah Irak. Dia ditangkap pada September tahun lalu di bandara saat ingin pulang ke London. Setelah ditahan beberapa bulan, pemerintah Irak atas perintah Saddam Husein dengan cepat memutuskan menghukum mati Bazoft, dan menghukum Parish 15 tahun penjara.

Konsul Jenderal Inggris di Baghdad, Robin Kealy, adalah pengunjung terakhir Bazoft sebelum dia dieksekusi. "Dia tampak bermata kosong dan tenang, tidak mengherankan. Dia menyampaikan pesan tertulis terakhir dan sejumlah pesan lisan kepada teman dan kolega. Dia mengulangi bahwa dia adalah seorang jurnalis yang mencari berita eksklusif," ujarnya dikutip BBC History, Ahad (15/3).

Doa untuk Bazoft menggema di kantor The Observer di London. Staf berkumpul di luar kedutaan Irak untuk mendaftarkan protes diam mereka.

Putri Parish, Michelle de Vries, mendukung keputusan pemerintah untuk menjaga saluran diplomatik tetap terbuka. Parish dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh Irak. Ia berharap dapat mengamankan pembebasan ibunya lebih awal.

"Masih terlalu dini untuk mengetahui apa implikasi peristiwa hari ini pada ibu saya. Yang bisa saya lakukan hanyalah berharap dan berdoa dia menerima pengampunan yang tidak diberikan kepada Bazoft yang miskin," kta de Vries.

Perdana Menteri Inggris menilai eksekusi mati Bazoft sebagai tindakan biadab. Parlemen Eropa juga mengutuk eksekusi tersebut hingga menangguhkan hubungan diplomatik dan perdagangan. Sementara, sekretaris jendreal PBB kala itu menyesalkan atas insiden ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement