Sabtu 14 Mar 2020 20:32 WIB

OJK Beri Stimulus Kredit ke UMKM, Asosiasi: Tidak Laku

Produk UMKM Indonesia masih kurang berdaya saing.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Aktivitas as di Trasty Handicraft, Kota Semarang, salah satu UMKM binaan Pertamina MOR IV. Tahun ini Pertamina menggelontorkan dana kemitraan senilai Rp 4,95 milar untuk memperkuat UMKM di wilayah Jawa Tengah dan DIY, termasuk untuk UMKM tersebut.(Istimewa) (Ilustrasi)
Foto: dok. Istimewa
Aktivitas as di Trasty Handicraft, Kota Semarang, salah satu UMKM binaan Pertamina MOR IV. Tahun ini Pertamina menggelontorkan dana kemitraan senilai Rp 4,95 milar untuk memperkuat UMKM di wilayah Jawa Tengah dan DIY, termasuk untuk UMKM tersebut.(Istimewa) (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Akumindo) menilai, stimulus kredit yang akan diberikan perbankan kepada pelaku UMKM, hanya sesaat dan tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi saat ini.

Ketua Umum Akumindo, Ikhsan Ingratubun, mengatakan, stimulus maupun insentif hanya sekadar agar UMKM memiliki dana dan bisa terus melakukan kegiatan produksi.   "Stimulus itu hanya sesaat. Tidak laku dan tidak akan berdampak pada perbaikan UMKM," kata Ikhsan saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (14/3).

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan aturan agar perbankan bisa memberikan relaksasi kredit kepada UMKM. Relaksasi berupa kemudahan restrukturisasi dari perbankan hingga penundaan pembayaran pokok maupun bungan pinjaman kredit.

Ikhsan mengatakan, kebijakan itu sama sekali tidak menyentuh masalah fundamental yang dialami UMKM akibat virus corona. Ia menyebut, hampir seluruh sektor usaha UMKM mengalami penurunan permintaan di dalam negeri. Sementara, produk UMKM Indonesia masih kurang berdaya saing untuk bisa menembus pasar global.

 

Di saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia sudah terlalu lama dimanjakan oleh produk-produk impor. Ketika akan melakukan peralihan dari produk impor ke produk dalam negeri, UMKM kesulitan memenuhi permintaan lantaran bahan baku produksi kebanyakan didatangkan dari Cina.

"Ini masalah fundamental UMKM yang belum disentuh. Ini sekaligus teguran untuk pemerintah karena membiasakan masyarakat sejak lama untuk konsumtif terhadap produk impor," kata Ikhsan.

Menurut Ikhsan, langkah yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan memprioritaskan penggunaan produk lokal. Minimal, untuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan lembaga pemerintah. Ia menuturkan, sistem e-catalog dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah masih banyak diisi oleh produk-produk impor dari Cina.

"Kita semua harus mulai dengan kebijakan yang fundamental. Barang-barang impor masih mendominasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ciptakan dulu pasar untuk UMKM kita karena itu fundamentalnya," kata Ikhsan.

Ikhsan menegaskan, UMKM masih membutuhkan kebijakan yang konkret dari pemerintah dalam menyikapi dampak negatif dari virus corona. Sebatas stimulus fiskal, tidak mampu untuk mendongkrak UMKM untuk tumbuh di tengah penurunan permintaan secara besar-besaran.

"Harus ada kebijakan afirmatif dari pemerintah untuk mengutamakan produk lokal yang esensial. Bukan hanya soal stimulus kredit. Itu hanya supaya UMKM tetap pegang duit," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement