Jumat 13 Mar 2020 21:43 WIB

Penanganan Wabah Penyakit Menurut Ilmuwan Muslim Klasik (2)

Wabah penyakit diketahui sudah muncul sejak dulu.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil
Penanganan Wabah Penyakit Menurut Ilmuwan Muslim Klasik. Foto: Cautery dalam dunia kedokteran Islam (ilustrasi).(muslimheritage.com)
Foto: muslimheritage.com
Penanganan Wabah Penyakit Menurut Ilmuwan Muslim Klasik. Foto: Cautery dalam dunia kedokteran Islam (ilustrasi).(muslimheritage.com)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mula-mula, para sarjana Muslim mempelajari dan mengoreksi studi anatomi tubuh manusia yang telah dirintis sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno. Pada abad kesembilan, Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya Razi (865 M-925 M) membantah teori humorism yang dikemukakan Claudius Galenus alias Galen (129 SM-200/217 SM). Teori tersebut menyatakan, tiap manusia memiliki empat humor alias cairan utama, yakni empedu hitam, empedu kuning, dahak, dan darah.

Kondisi sehat dapat dirasakan bila keempatnya seimbang. Al-Razi menulis Kitab al-Hawi fii al-Thibb. Pener jemahan karya ini ke dalam bahasa Latin membuat namanya dikenal dunia Barat. Dalam al-Hawi, sosok yang dikenang Barat sebagai Rhazez itu mengkritik deskripsi Galen mengenai penyakit saluran urine.

Baca Juga

Khusus mengenai persoalan wabah, Razi menghasilkan karya berjudul al-Judari wa al- Hasbah. Isinya mengulas tentang penyakit cacar dan campak. Untuk diketahui, jauh sebelum the Black Death, cacar termasuk wabah paling mematikan. Penyakit ini sudah terdeteksi keberadaannya sejak 10 ribu tahun Sebelum Masehi (SM). Pada mumi Firaun/Ramses V (1.156 SM), ilmuwan menemukan adanya bintik bekas cacar.

Kaum brahmana India juga mencatat penyakit ini pada teks-teks kuno mereka. Pada abad ke-16, al-Judari dialihbahasakan menjadi De Variolis et Morbilis di Venezia, Italia. Sejak saat itu, kitab tersebut men jadi bacaan wajib bagi para mahasiswa kedokteran Eropa masa Renaisans. Selain aktif menulis, Razi juga dipercaya oleh Sultan Harus al-Rasyid sebagai pengawas (setara menteri) kesehatan.

Ia bertanggung jawab dalam mendirikan puluhan rumah sakit (bimaristan) di seluruh Baghdad. Satu hal yang cukup menarik, Razi dalam menentukan lokasi pembangunan suatu bimaristan terlebih dahulu melakukan ekspe rimen. Ia akan menaruh daging di beberapa calon lahan. Lahan di mana daging itu paling lama membusuk, akan dipilih sebagai lokasi bimaristan. Alasannya, area di sana terbukti paling bersih serta udaranya paling segar. Tak hanya itu, Razi juga menunjukkan, peradaban Islam lebih maju daripada Barat masa itu. Sebab, ia menerapkan pemisahan kamar-kamar pasien yang mengidap penyakit menular.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement