Jumat 13 Mar 2020 14:51 WIB

Sri Mulyani Tahan Diri Bikin Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI

Pemerintah mengembangkan skenario pertumbuhan dengan berbagai asumsi dan rencana.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) tentang Kebijakan Stimulus ke-2 Dampak COVID-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/3/2020). (Antara/Muhammad Adimaja)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) tentang Kebijakan Stimulus ke-2 Dampak COVID-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/3/2020). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menahan diri untuk membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Sebab, ekonomi global masih terlalu dinamis seiring dengan penyebaran virus corona (Covid-19) yang masih terjadi di berbagai negara.

Sri menjelaskan, dinamika terlihat dari perubahan proyeksi yang dirilis berbagai institusi. Banyak di antara mereka merevisi ke atas maupun ke bawah dalam hitungan pekan ataupun bulan.

Baca Juga

"Oleh karena itu, kita coba menahan diri dulu untuk proyeksi growth," ujarnya dalam konferensi pers stimulus kedua penanganan dampak Covid-19, di gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).

Sri mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang mendasari alasan pemerintah tidak dapat melihat proyeksi ekonomi secara pasti. Pertama, belum diketahui seberapa besar dan jauh virus corona dapat menginfeksi masyarakat.

Kedua, kesiapan tiap negara pun berbeda-beda sehingga memengaruhi ke proyeksi ekonomi dunia yang pastinya ikut "merembes" ke Indonesia. Sri menyebutkan, global pun kini belum bisa menetapkan proyeksi secara detail karena selalu ada perkembangan terbaru terkait bagaimana negara bereaksi dalam mengelola penyebaran virus corona.

Sri mengatakan, yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah mengembangkan skenario dengan berbagai asumsi dan rencana untuk menghadapinya. 

Namun, Sri dapat memastikan pada kuartal pertama kinerja ekspor dan impor sudah negatif. Permasalahannya dilihat dari seberapa dalam dampaknya ke ekonomi Indonesia secara keseluruhan. "Jadi, saya tidak sampaikan estimasi kita," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 158,2 triliun untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian Indonesia di tengah tekanan dari Covid-19. Besaran tersebut merupakan akumulasi dari paket stimulus pertama dan kedua yang ditambah dengan pelebaran defisit untuk belanja pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memerinci total biaya tersebut. Paket stimulus pertama yang diluncurkan pada bulan lalu membutuhkan anggaran Rp 10,3 triliun, sementara paket stimulus kedua sebesar Rp 22,9 triliun.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperlebar defisit anggaran 0,8 persen atau setara dengan Rp 125 triliun. "Sehingga, secara total, paketnya sampai dengan Rp 160 triliun," kata Airlangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement