Kamis 12 Mar 2020 14:11 WIB

Pemilik PPIU Ungkap Masalah jika Living Cost non Tunai

Kemenag sudah menyiapkan beberapa rencana untuk mengantisipasi kejadian pada jamaah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Jamaah haji Indonesia menukarkan rupiah mereka ke riyal di tempat penukaran uang di Madinah, tak jauh dari pintu 21 Masjid Nabawi.
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Jamaah haji Indonesia menukarkan rupiah mereka ke riyal di tempat penukaran uang di Madinah, tak jauh dari pintu 21 Masjid Nabawi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini, Kementerian Agama (Kemenag) rencananya akan memberikan living cost jamaah dalam bentuk non tunai melalui kartu ATM. Hal tersebut merupakan bagian dari trobosan Kemenag dalam memberikan pelayanan kepada jamaah haji. 

Komisari PT Taqwa Tours Rafiq Jauhary mengatakan, jika benar seperti yang direncanakan bahwa tahun ini living cost jamaah haji akan mulai diberikan melalui kartu ATM, maka tentu akan ada banyak sekali penghematan yang dilakukan pemerintah. Karena, pemerintah tidak perlu susah-payah mendatangkan ratusan juta riyal dari negara asalnya. 

"Begitupun juga dengan pengamanan dan distribusinya ke berbagai embarkasi se-Indonesia," kata Rafiq saat dihubungi Republika, Kamis (12/3).

Namun, kata Rafiq, yang juga pembimbing ibadah haji dan umrah ini, ketika living cost diberikan dalam bentuk non-tunai, bukan berarti masalah akan selesai begitu saja. Menurutnya, bakal ada beberapa masalah yang pasti akan dialami para jamaah haji

Misalnya, Rafiq memberikan beberapa hal yang perlu diwaspadai pemerintah dalam proyek uji coba kali pertama ini. Pertama kartu ATM mudah hilang, rusak dan tertelan mesin ATM. Satu dari tiga hal ini pasti akan dialami jamaah.

"Pernah mendapati kejadian ATM hilang di Indonesia? Maka prosedur bank akan mengharuskan pelanggannya meminta surat kehilangan dari kepolisian kemudian membawanya ke customer service di bank," katanya.

Lalu bagaimana jika hal yang seperti ini terjadi di Arab Saudi, apakah jamaah juga diharuskan membuat laporan ke kantor polisi Arab Saudi? Kemudian apakah bank penerbit ATM ini juga bisa didapati kantornya di Arab Saudi? "Ini harus diantisipasi," katanya.

Begitupun, kata dia, dengan kartu ATM yang rusak atau tertelan dalam mesin ATM. Hal ini sangat mungkin terjadi dan dialami olah para jamaah ketika mengambil uang di mesin ATM.

"Bagaimana prosedur untuk melakukan pencetakan ulang kartu ATM? Dan akan berapa lama penyelesaiannya?," tanya Rafiq.

Masalah lain, kata dia, adalah penipuan di sekitar mesin ATM. Menurutnya, perlu diketahui, bahwa mesin ATM di Arab Saudi tidak seperti yang banyak dijumpai di Indonesia, di mana mesin tersebut ditempatkan dalam ruang khusus dengan skat pembatas, sehingga nasabah pengguna mesin ATM tidak dapat mendekat atau mengintip pengguna mesin ATM lainnya. 

"Tetapi di Arab Saudi seluruh mesin ATM ditempatkan terbuka tanpa skat pembatas atau kotak khusus sehingga sangat rawan orang yang ada di belakangnya untuk melihat nomer PIN, nilai transaksi dan lainnya," katanya.

Menurut Rafiq, bukan orang asing, justru banyak kasus penipuan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci dilakukan oleh sesama orang Indonesia. Mulai dari yang menampakkan diri layaknya petugas haji Indonesia, maupun orang yang menampakkan bahwa dirinya adalah sesama jamaah haji yang akan menolong

"Dan masih banyak modus lainnya yang akan terjadi," katanya.

Selain memberikan catatan terhadap masalah kartu ATM hilang, rusak tertelan dan penipuan. Nilai tukar rupiah anjlok terhadap riyal juga menjadi sorotan Rafiq. Riyal, kata dia, merupakan salah satu mata uang yang nilai tukarnya selalu fix dengan Dollar Amerika. 

"Kenaikan nilai tukar Dollar Amerika atau anjloknya rupiah terhadap dollar juga akan sangat berdampak pada nilai tukar riyal. Lihat saja bagaimana ketidak stabilan Rupiah terhadap Dollar Amerika. 

Pada tanggal 27 Januari 2020, rupiah mencatat nilai terbaiknya dengan nilai tukar Rp 13.217 per Dollar Amerika kemudian di tanggal 5 Maret 2020 anjlok hingga Rp. 14.483.

Rafiq mengajak untuk melakukan simulasi atas penggunan kurs riyal. Kata dia, jika di tanggal 27 Januari 2020 jamaah haji mendapatkan living cost senilai SAR 1.500, maka dengan kurs saat itu sebesar Rp 3.523 jamaah akan mendapatkan dalam rekeningnya uang sejumlah Rp 5.284.500 yang diberikan oleh pemerintah.

Namun, beberapa hari sebelum ia kembali ke Indonesia, saat jamaah mengambil uang di Makkah untuk membeli oleh-oleh ternyata kurs rupiah di tanggal 5 Maret anjlok sehingga riyal melonjak menjadi Rp 3.859.

"Maka uang di rekeningnya pada tanggal 5 Maret hanya senilai SAR 1.369. Alangkah malangnya jamaah ini," katanya.

Masalah lain yang juga dapat merugikan jamaah adalah gagal menarik karena selisih nilai tukar. Melanjutkan point sebelumnya, kata dia, ketika uang jamaah berkurang karena nilai tukarnya yang anjlok, maka uang yang bisa ditarik pun semakin berkurang.

"Jika dalam kasus di atas uang jamaah hanya senilai 1.369, maka uang yang dapat ditarik setidaknya hanya 1.300 riyal. Mengingat bank mengharuskan ada uang yang tersisa dalam rekening setidaknya Rp 50.000. Ditambah lagi pecahan mesin ATM tidak ada yang kurang dari 50 riyal. 

"Semoga Kemenag sudah menyiapkan beberapa rencana untuk mengantisipasi kejadian ini," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement