Rabu 11 Mar 2020 18:01 WIB

DPR Ingatkan Pemerintah Waspada Ancaman Kematian DBD

Lebih dari 16 ribu kasus DBD dari Januari hingga Maret 2020 di Indonesia.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Gita Amanda
DPR ingatkan pemerintah agar tak lengah menghadapi kasus DBD yang terus meningkat. Foto nyamuk Aedes aegypti.
Foto: Reuters/ Paulo Whitaker
DPR ingatkan pemerintah agar tak lengah menghadapi kasus DBD yang terus meningkat. Foto nyamuk Aedes aegypti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nabil Haroen meminta pemerintah mewaspadai meningkatnya kasus kematian akibat demam berdarah (DBD). Ia berharap pemerintah tak hanya fokus pada corona, namun juga pada DBD yang telah menyebabkan meninggalnya masyarakat.

"Pemerintah juga harus waspada dengan meningkatnya kasus kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD). Jangan sampai, sibuk mengurus Covid-19, tapi melupakan bahaya nyata tren meningkatnya kasus DBD," kata Nabil, Rabu (11/3).

Baca Juga

Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan, berdasarkan catatan terakhir, lebih dari 16 ribu kasus dari Januari hingga Maret 2020 ini, dengan jumlah korban meninggal ratusan pasien. Kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Sikka, NTT, dengan jumlah kasus 1.195 (per 10 Maret 2020), dengan korban meninggal belasan orang.

"Di antara penyebabnya selain kurangnya program berkelanjutan, juga minimnya prasarana obat-obatan untuk menangani pasien," ujar Nabil.

Maka itu, pemerintah pun diminta untuk menyiapkan program berkelanjutan. Sehingga pemerintah harus memantapkan sarana prasarana dan langkah menangani pasien demam berdarah.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh juha meminta pemerintah tidak melupakan fokus untuk penanganan demam berdarah (DBD). Politikus PKB yang kerap disapa Ninik menyoroti DBD sebagai penyakit langganan yang ada di Indonesia. Bahkan, seluruh wilayah indonesia memiliki potensi untuk menjadi kasus luar biasa DBD.

"Oleh karena itu pemerintah tidak boleh mengesampingkan persoalan DBD. Pemerintah harus melakukan penelitian yg mendalam tentang DBD, sehingga tidak terulang setiap tahun," kata Ninik saat dihubungi, Rabu (11/3).

Salah daerah kasus DBD yang disebut paling parah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Sudah lebih dari 30 orang meninggal karena penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Untuk itu, Ninik meminta pemerintah, dengan Kementerian Kesehatan sebagai leading sector untuk melakukan langkah penanganan. Sehinga, jumlah korban tidak bertambah.

"Untuk kasus di NTT, pemerintah harus langsung melakukan gerak cepat. Sehingga tidak menyebar dan bertambah korban. Pemerintah sudah mengirimkan beberapa dokter spesialis di NTT, ini harus dievaluasi. Pemerintah harus all out untuk menangani," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement